Kitab Undang-undang Hukum Perdata



KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I : Menikmati dan Kehilangan hak-hak Kewarganegaraan
Hak-hak seorang warga negara telah ada sejak masih ada dalam kandungan seorang wanita dan bila dia mati sewaktu dilahirkan, maka dia di anggap tidak pernah ada. Tiada suatu hukuman pun yang mengakibatkan kematian perdata, atau hilangnya hak-hak kewargaan.

BAB II : AKTA-AKTA CATATAN SIPIL
BAGIAN I : Daftar Catatan Sipil Pada Umumnya
Pegawai yang di tugaskan menyelenggarakan daftar kelahiran, daftar lapor kawin, daftar izin kawin, daftar perkawinan, daftar perceraian, daftar kematian dinamakan Pegawai Catatan Sipil.
BAGIAN II : Nama, Perubahan Nama, dan Perubahan Nama Depan
Tak seorang pun diperbolehkan mengganti nama keturunan nya, atau menambah nama lain pada namanaya tanpa izin presiden.Seorang tidak diperbolehkan mengubah nama depan atau menambahkan nama depan pada namanya, tanpa izin Pengadilan Negeri setempat, dan jika Pengadilan Negeri mengizinkan penggantian nama atau penambahan nama depan, maka surat penetapannya harus disampaikan kepada Pegawai Catatan Sipil setempat dan dibukukan dalam daftar yang seadng berjalan, dan mencatatnya pula pada margin akta kelahiran.
BAGIAN III : Pembetulan Akta Catatan Sipil dan Penambahannya
Penambahan dan perbaikan dalam daftar ACS dapat dilakukan jika daftar tidak pernah ada , atau telah hilang dipalsukan, diubah, robek,dimusnahkan,digelapkan atau dirusak dan jika akata yang dibukukan terdapat kesesatan atau kekeliruan.


BAB III : TEMPAT TINGGAL ATAU DOMISILI
Setiap orang di anggap bertempat tinggal di tempat yang di jadikan pusat kediaman nya. Perubahan tempat tinggal terjadi dengan pindah secara nyata ke tempat lain di sertai niat untuk menempatkan pusat kediaman nya disana. Niat itu di buktikan dengaan menyampaikan pernyatan kepada  Kepala Pemerintahan, baik ditempat yang di tinggalkan, maupun di tempat tujuan piondah rumah kediaman.
BAB IV : PERKAWINAN
BAGIAN I : Syarat-syarat dan segala sesuatu yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan perkawinan.
Pada waktu yang sama , seorang lelaki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja,dan seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja. Asas perjanjian menghendaki adanya persetujuan bebas dari calon suami dan calon suami.
BAGIAN II :Acara yang harus mendahului perkawinan.
Semua orang yang hendak ingin melangsungkan perkawinan, harus memberitahukan hal itu kepada Pegawai Catatan Sipil di tempat tinggal salah satu pihak. Pemberitahuan ini harus dikukan, baik secara langsuang, maupun dengan surat yang cukup jelas memperlihatkan niat kedua calon suami istri, dan tentang pemberitahuan itu harus dibuat sebuah akta olehPCS.
BAGIAN III : Pencegahan Perkawinan
Barang siapa masih terikat perkawinan dengan salahsatu pihak,termasuk juga anak anak yang lahir dari perkawinan ini, berhak mencegah perkawinan baru yang dilaksanakan, tetapi hanya berdasarkan perkawinan yang masih ada.
BAGIAN IV : Pelaksanaan Perkawinan
Perkawinan harus dilaksanakan di depan umum dalam gedung tempat membuat akta Catatan Sipil, dihadapan pegawai cataan sipil tempat tinggal salah satu pihak, dan dihadapan dua orang sanksi , baik keluarga maupun bukan keluarga, yang telah mencapai umur dua puluhsatub tahun dan berdiam di Indonesia.
BAGIAN V : Perkawianan-perkawinan yang di laksanakan di luar negeri
Perkawinan yang di laksanakan di luar negeri , baik antara sesama waraga negara indonesia, maupun antara sesama warga negara indonesia dengan warga negara lain, adalah sah apabila perkawinan itu dilangsungkan menurut cara yang biasa di negara tempat berlangsung nya tempat perkawinan itu, dan suami yang warga negara indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dalam bagian BAB I.
BAGIAN VI : Batalnya Perkawinan
Batalnya suatubperkawinan hanya dapat dilaksanakan oleh hakim.
BAGIAN VII :Bukti Adanya Suatu Perkawinan
Suatu perkawinan tidak dapat dibuktikan denagan cara lain daripada dengan akta pelaksananan perkawinan itu yang didaftar kan dalam daftar-daftar Catatan Sipil.

BAB V : HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
1.Suami isteri wajib setia satu sama lain, saling menolong dan saling membantu.
2.Suami isteri dengan hanya melakukan perkawinan, telah saling mengikatkan diri untuk memelihara dan mendidik anak mereka.
3.Setiap suami wajib menerima isterinya di rumah yang ditempatinya.

BAB VI : HARTA BERSAMA MENURUT UNDANG-UNDANG DAN PENGURUSANNYA
BAGIAN I : Harta Bersama Menurut Undang-Undang
Semua penghasilan dan pendapatan, begitu pula semua keuntungan-keuntungan dan kerugian yang diperoleh selama perkawinan, juga merupakan keuntungan dan kerugian harta bersama.
BAGIAN II :Pengurusan Harta Bersama
Hanya suami yang boleh mengurusi harta bersama itu.
BAGIAN III : Pembubaran Gabungan Harta Bersama Dan untuk Melepaskan Diri Padanya
Harta bersama bubar demi hukum : karena kematian, karena perkawinan atas izin hakim setelah suami isteri tidak ada, karena perceraian, karena pisah ranjang,karena pemisahan harta.

BAB VII : PERJANJIAN KAWIN
BAGIAN I : Perjanjian Kawin pada Umumnya
Perjanjiankawin harus dibuat dengan akta notaris sebelum pernikahan berlangsung, dan akan menjadi batal bila tidak di buat.
BAGIAN II : Gabungan Keuntungan dan Kerugian dan Gabungan Hasil dan Pendapatan
Masing-masing suami isteri mendapat separuh keuntungan dan kerugian, bila mengenai hal itu dalam perjanjian kawin tidak ada ketentuan-ketentuan lain.
BAGIAN III : Hibah-Hibah Antara Calon Suami Isteri
Hibah-hibah itu dapat berkenaan dengan barang-barang yang telah ada seperti yang di rinci dalam akta hibahnya, dapat pula dengan seluruh atau sebagian harta warisan si penghibah.
BAGIAN IV :Hibah-Hibah yang Diberikan Kepada Kedua Calon Suami Isteri Atau Kepada Anak-Anak dari Perkawianan Mereka
Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 169,171,172,dan 173, berlaku juga pada hibah-hibah yang dibicarakan dalam bagian ini.

BAB VIII : GABUNGAN HARTA BERSAMA ATAU PERJANJIAN KAWIN PADA PERKAWINAN KEDUA ATAU SELANJUTNYA
Juga dalam perkawinan kedua dan berikutnya,menurut hukum ada gabungan menyeluruh harta benda antara suami isteri, bila dalam perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain.

BAB IX : PEMISAHAN HARTA BENDA
Pemisahan harta benda yang dilakukan hanya atas persetujuan bersama adalah batal. Tuntutan akan pemisahan harta benda harus di umumkan secara terbuka. Gabungan harta benda yang telah dibubarkan dapat dipulihkan kembali atas persetujuan kedua suami isteri.

BAB X : PEMBUBARAN PERKAWINAN
Perkawinan bubar : oleh kematian, oleh tidak hadir nya si suami atau si isteri selama sepuluh tahun,yang di susul oleh perkawinan baru isteri atau suaminya,oleh keputusan Hakim setelah pisah meja dan ranjang dan pendaftaran Catatan Sipil, sesuai dengan ketentuan-ketentuan,oleh perceraian sesuai dengan ketentuan-ketentuan.
BAGIAN II : Pembubaran Perkawinan Setelah Pisah Meja dan Ranjang
Bila suami isteri pisah ranjang dan meja, baik karena salah satu alasan dari alasan-alasan yang tercantum dalam pasal 233, maupun atas permohonan kedua velah pihak dan perpisahan itu tetep berlangsungselama lima tahun penuh tanpa perdamaian antara kedua belah pihak, maka mereka masing-masing bebas untuk menghandapkan pihak lain ke pengadilan,dan menuntut agar perkawianan mereka di bubarkan.
BAGIAN III : Perceraian Perkawinan
Dasar-dasar yang dapat berakibat perceraian perkawinan : zina, meninggalkan tempat tinggal bersama dengan ikhtikad buruk,dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi,setelah dilangsungkan pekawinan.

BAB XI : PISAH MEJA DAN RANJANG
Suami atau isteri yang telah mengajukan gugatan untuk pisah ranjang,tidak dapat terima untuk menuntut perceraian perkawinan. Pisah meja dan ranjang juga boleh ditetapkan oleh hakim atas pernohonan kedua suami isteri bersama-sama,yang boleh di ajukan tanpa kewajiban untuk mengajukan alasan tertentu. Pisah meja dan ranjang tidak boleh di izinkan, kecuali bila suami isteri itu telah kawin selama dua tahun.


BAB XII : KEBAPAKAN DAN ASAL KETURUNAN ANAK-ANAK
BAGIAN I : Anak-anak Sah
Anak yang dilahirkan atau di besarkan selama perkawinan, memperoleh suami sebagai bapak nya.Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan puluh dari perkawinan, dapat diingkari oleh suami, Namun pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal berikut:1.bila sebelum perkawinan mengetahui kehamilan itu. 2.bila anak itu dilahirkan mati.
BAGIAN II : Pengesahan anak-anak Luar Kawin
Anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinahan atau penodaan darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul dari bapak dan ibu mereka, bila sebelum melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan yang sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinan nya sendiri.
BAGIAN III : Pengakuan anak-anak Luar Kawin
Dengan pengakuan terhadap anak luar kawin, terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan bapak atau ibunya. Pengakuan terhadap anak luar kawin dapat dilakukan dengan suatu otentik, bila belum di adakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan perkawinan.

BAB XIII : KEKELUARGAAN SEDARAH DAN SEMENDA
Kekeluargaan sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang dimana yang seorang adalah keturunan dari yang lain, atau orang-orang yang mempunyai bapak asal sama. Kekeluargaan semenda adalah satu pertalian kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami istri dan keluarga sedarah dari pihak lain.

BAB XIV : KEKUASAAN ORANG TUA
BAGIAN I : Akibat-akibat kekuasaan orang tua terhadap anak pribadi
Selama perkawinan orang tua, setiap anak sampai dewasa tetap berada dalam kekuasaan kedua orang tua nya, sejauh orangtua tersebut tidak di lepaskan atau dipecat dari kekuasaan itu.
BAGIAN II : Akibat-akibat kekuasaan orang tua terhadap barang-barang anak
Orang yang melakukan kekuasaan orang tua terhadap seorang anak yang masih di bawah umur, harus mengurus barang-barang kepunyaan anak tersebut. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 237 dan alinea terakhir pasal 319e.
BAGIAN III : Kewajiban-kewajiban timbal balik antara kedua orangtua atau keluarga sedarah dalam garis ke atas dan anak-anak beserta keturunan
Setiap anak wajib memberi nafkah orang tua dan keluarga sedarahnya dalam garis ke atas, bila mereka dalam keadaan miskin.

BAB XIVA : PENENTUAN, PERUBAHAN DAN PENCABUTAN TUNJANGAN NAFKAH
Penetapan mengenai tunjangan , atas tuntutan pihak yang di hukum untuk membayar nafkah atau atas tuntutan pihak yang harus diberi nafkah, boleh di ubah atau di cabut oleh hakim.

BAB XV : KEBELUMDEWASAAN DAN PERWALIAN
BAGIAN I : Kebelumdewasaan
Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali ke status belum dewasa.
BAGIAN II : Perwalian Pada Umumnya
Dalam perwalian, hanya ada seorang wali, kecuali yang di tentukan dalam pasal 351 dan 361. Perwalaian untuk anak-anak dari bapak dan ibu yang sama, harus dipandang suatu perwalain, sejauh anak-anak itu mempunyai seorang wali yang sama.
BAGIAN III : Perwalian Oleh Ayah dan Ibu
Bila salah satu dari orang tua meninggal dunia, maka perwalian anak belum dewasa di pangku demi hukum oleh orang tua yang masih hidup, sejauh orang tua tidak dibebaskan atau di pecat dari kekuasaan orang tua.
BAGIAN IV : Perwalian yang diperintahkan oleh bapak atau ibu
Pengangkatan seorang wali tidak mempunyai akibat apapun bila orang tua yang melakukan pengangkatan itu pada saat meninggal dunia tidak melakukan perwalian atas anaanaknya atau tidak menjalankan kekuasaan itu.
BAGIAN V : Perwalian yang diperintahkan oleh pengadilan negeri
Pengangkatan seorang wali atas permintaan keluarga sedarah yang belum dewasa, atas permintaab para pihak lain yang berkepentingan, atas permintaan balai harta peninggalan , atas tuntutan jawatan kejaksaan, ataupun karena jabatan, oleh pengadilan negeri yang didaerah huum nya anak belum dewasa itu bertempat tinggal.
BAGIAN VI : Perwalian oleh perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial
Bila hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada perkumpulan berbadan hukum yang berkududukan di indonesia, kepada suatu yayasan atau kepada lembaga sosial yang berkeduduksn di indonesia, yang menurut anggaran dasar nya, akta pendiriannya atau reglemennya mengatur pemeliharaan anak belum dewasa untuk waktu yang lama.
BAGIAN VII : Perwalian Pengawasan
Dalam setiap perwalian yang di perintahkan di dalam nya, balai harta peninggalan di tugaskan sebagai wali pengawas.
BAGIAN VIII : Alasan-alasan yang dapat melepaskan diri dari perwalian
Yang boleh melepaskan diri dari perwalian ialah : mereka yang melakukan tugas negara di luar indonesia, para anggota angkatan darat dan laut, mereka yang melakukan tugas timbul karena keresidenan atau mereka yang karena tugas negara.
BAGIAN IX : Pengucualian, Pembebasan, Pemecatan dari Perwalian
Kebijaksanaan mengadili di indonesia, mereka yang dikecualikan dari perwalian adalah : orang yang hilang ingatan, orang yang belum dewasa, orang yang ada di bawah pengampunan, dan mereka yang dipecat.
BAGIAN X : Pengawasan wali atas pribadi anak belum dewasa
Wali harus menyelenggrakan pemeliharaan dan pendidikan bagi anak yang belum dewasa menurut kemampuan harta kekayan nya dan harus mewakili anak belum dewasa itu dalam segala tindakan perdata.
BAGIAN XI : Tugas pengurusan wali
Wali harus mengurus harta kekayaan anak belum dewasa laksana seorang bapak rumah tangga yang baik dan bertanggung jawab atas biaya, kerugian dan bunga yang diperkirakan timbul karena pengurusan yang buruk.
BAGIAN XII : Perhitungan pertanggungjawaban perwalian
Perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus dilakukan atas biaya dan kepada anak belum dewasa bila ia telah menjadi dewasa, atau kepada ahli waris bila ia telah meninggal atau kepada pengganti pengurus.
BAGIAN XIII : Balai harta peninggalan dan dewan perwalian
Dalam daerah hukum setiap pengadilan negeri ada balai harta peninggalan yang daerah dan tempat kedudukannya sama dengan daerah dan tempat kedudukan pengadilan negeri.

BAB XVI : PENDEWASAAN
Dengan pendewasaan seorang anak yang di vawah umur boleh dinyatakan dewasa atau kepada nya boleh diberikan hak=hak tertentu orang dewasa. Pendewasaan yang masih di bawah umur menjadi dewasa, diperoleh dengan venia aetatis atau surat-surat pernyatan dewasa yang diberikan oleh pemerintah setelah mempertimbangkan nasihat mahkamah agung.

BAB XVII : PENGAMPUNAN
Setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu,gila, harus di tempatkan di bawah pengampunan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikiran nya. Seorang dewasa boleh juga di tempatkan di bawah pengmpunan karena keborosan. Setiap keluarga sedarah berhak minta pengampunan keluarga sedarah nya berdasarkan keadaan dungu, gila atau mata gelap.

BAB XVIII : KETIDAKHADIRAN
BAGIAN I : HAL-HAL yang Diperlukan
Balai harta peninggalan berkewajiban, jikabperlu setelah penyegelan, untuk membuat daftar lengkap harta kekayaan pengelolanya dipercayakan kepadanya. Untuk selanjutnya balai harta peninggalan harus mengindahkan peraturan-peraturan pengelolaan harta kekayaan anak-anak masih di bawah umur , sejauh peraturan-peraturan itu dapat di terapkan pada pengelolanya, kecuali bila pengadilan negeri menentukan lain mengenai hal-hal tersebut.
BAGIAN II : Pernyataan mengenai orang yang diperkirakan telah meninggal dunia
Bila orang yzng meninggalkan tempat tinggal nya tanpa kuasa untuk mewakili urusan-urusan dan kepentingan-kepentingannya atau mengatur pengelolaan nya atas hal itu, dan bila telah lampau lima tahun setelah diperoleh berita berakhir yang membuktikan bahwa ia masih hidup pada waktu itu.
BAGIAN III : Hak-hak dan kewajiban orang yang diduga sebagai ahli waris dan orang-orang lain yang berkepentingan, setelah pernyataan mengenai dugaan tentang kematian
Para ahli waris dugaan, berkenaan dengan hal itu menikmati harta peninggalan orang yang dalam keadaan tak hadir, mempunyai hak-hak dan kewajiban yang sama, seperti di atur untuk para pemegang hak pakai hasil, sejauh ketentuan-ketentuan yang diterapkan untuk hal itu berlaku dan tentang hal itu tidak ada peraturan lain.
BAGIAN IV : Hak-hak yang jatuh ke tangan orang tak hadir yang tak pasti hidup atau mati
Orang yang menuntut suatu hak, yang katanya telah beralih dari orang kepadanya, tetapi hak itu baru jatuh pada  orang yang tak hadir setelah keadaan hidup atau matinya tidak pasti, wajib untuk membuktikan , bahwa orang yang tak hadir itu masih hidup pada saat hak itu jatuh padanya, selama ia tidak membuktikan hal itu, maka tuntutan nya harus dinyatakan tidak dapat di terima.
BAGIAN V : Akibat-akibat keadaan tidak hadir berkenaan dengan perkawinan
Bila salah seorang dari suami isteri , selain meninggal kan tempat tinggal dengan kemauan buruk , selama 10 tahun pernah tak hadir di tempat tinggal nya  tanpa berita tentang hidup matinya orang itu, maka suami isteri yang di tinggalkan berwenang untuk memanggil orang yang tak hadir itu 3x berturut-turut denagn panggilan , menurut cara yang di tentukan dalam pasal 467 dan 468, dengan izin dari Pengadilan Negeri di tempat mereka bersama.


Unknown
Unknown

Previous
Next Post »