Hukum internasional

Hukum internasional

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:

(i) negara dengan negara
(ii) negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.

Daftar isi

Perbedaan dan persamaan

Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.
Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya).

Bentuk Hukum internasional

Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu :
Hukum Internasional Regional 
Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.
Hukum Internasional Khusus 
Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.

Hukum Internasional dan Hukum Dunia

Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang sederajat.
Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi.

Masyarakat dan Hukum Internasional

  • Adanya masyarakat-masyarakat Internasional sebagai landasan sosiologis hukum internasional.
  1. Adanya suatu masyarakat Internasional. Adanya masyarakat internasional ditunjukkan adanya hubungan yang terdapat antara anggota masyarakat internasional, karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial dan olah raga mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur. Masyarakat Internasional pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat.
  2. Asas hukum yang bersamaan sebagai unsur masyarakat hukum internasional. Suatu kumpulan bangsa untuk dapat benar-benar dikatakan suatu masyarakat Hukum Internasional harus ada unsur pengikat yaitu adanya asas kesamaan hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini. Betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa-bangsa merupakan hukum alam (naturerech) yang mengharuskan bangsa-bangsa di dunia hidup berdampingan secara damai dapat dikembalikan pada akal manusia (ratio) dan naluri untuk mempertahankan jenisnya.
  • Kedaulatan Negara : Hakekat dan Fungsinya Dalam Masyarakat Internasional.
Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara. Negara berdaulat berarti negara itu mempunyai kekuasaan tertentu. Negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri dan mengandung 2 (dua) pembatasan penting dalam dirinya:
  1. Kekuasaan itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain mulai.
  2. Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu.
Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak bertentangan satu dengan lain bahkan merupakan perwujudan dan pelaksanaan pengertian kedaulatan dalam arti wajar dan sebagai syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat Internasional yang teratur.
  • Masyarakat Internasional dalam peralihan: perubahan-perubahan dalam peta bumi politik, kemajuan teknologi dan struktur masyarakat internasional.
Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini sudah dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola kekuasaan politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia
  • Perubahan Kedua ialah kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi berbagai alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas negara.
Perkembangan golongan ialah timbulnya berbagai organisasi atau lembaga internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi hukum kepada para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai terlaksananya suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara sehingga dengan demikian terjelma Hukum Internasional sebagai hukum koordinasi, timbul suatu komplek kaedah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri hukum subordinasi.

Sejarah dan Perkembangannya

Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat Internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.
Zaman dahulu kala sudah terdapat ketentuan yang mengatur, hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa:
Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah terdapat kaedah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-raja dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya.Penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang hukum.

Kebudayaan Yahudi

Dalam hukum kuno mereka antara lain Kitab Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan terhadap orang asing dan cara melakukan perang.Dalam hukum perang masih dibedakan (dalam hukum perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan perang.
Lingkungan kebudayaan Yunani.Hidup dalam negara-negara kita.Menurut hukum negara kota penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.
Sumbangan yang berharga untuk Hukum Internasional waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak dimanapun juga dan yang berasal dari rasion atau akal manusia.
Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi. Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan bona fides. Juga asas “pacta sunt servanda” merupakan warisan kebudayaan Romawi yang berharga.

Abad pertengahan

Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Tahta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani.
Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam. Kekaisaran Byzantium sedang menurun mempraktikan diplomasi untuk mempertahankan supremasinya. Oleh karenanya praktik Diplomasi sebagai sumbangan yang terpenting dalam perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam terletak di bidang Hukum Perang.

Perjanjian Westphalia

Perjanjian Damai Westphalia terdiri dari dua perjanjian yang ditandatangani di dua kota di wilayah Westphalia, yaitu di Osnabrück (15 Mei 1648) dan di Münster (24 Oktober 1648). Kedua perjanjian ini mengakhiri Perang 30 Tahun (1618-1648) yang berlangsung di Kekaisaran Suci Romawi dan Perang 80 Tahun (1568-1648) antara Spanyol dan Belanda.
Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebabnya adalah :
  1. Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa .
  2. Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.
  3. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing.
  4. Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.
Perjanjian Westphalia meletakkan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.
Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian Utrech yang penting artinya dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internasional.

Ciri-ciri masyarakat Internasional

  1. Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat.
  2. Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan persamaan derajat.
  3. Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja.
  4. Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil alih pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum Romawi.
  5. Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini.
  6. Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum Internasional.
  7. Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum (ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan.

Tokoh Hukum Internasional

  • Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum Internasional atas berlakunya hukum alam. Hukum alam telah dilepaskan dari pengaruh keagamaan dan kegerejaan. Banyak didasarkan atas praktik negara dan perjanjian negara sebagai sumber Hukum Internasional disamping hukum alam yang diilhami oleh akal manusia, sehingga disebut Bapak Hukum Internasional.
  • Fransisco Vittoria (biarawan Dominikan – berkebangsaan Spanyol Abad XIV menulis buku Relectio de Indis mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Bahwa negara dalam tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya. Maka hukum bangsa-bangsa ia namakan ius intergentes.
  • Fransisco Suarez (Yesuit) menulis De legibius ae Deo legislatore (on laws and God as legislator) mengemukakan adanya suatu hukum atau kaedah obyektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam hubungan antara mereka.
  • Balthazer Ayala (1548-1584) dan Alberico Gentilis mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan atau tidak ada pemisahan antara hukum, etika dan teologi.
  • Tokoh-Tokoh lain mengenai Pengertian Hubungan Internasional

Daftar Pustaka

Iskandar, Pranoto, [http://Hukum%20HAM%20Internasional:%20Sebuah%20Pengantar%20Kontekstual,http://books.google.co.id/books?id=vH7xe16WSw0C&lpg=PP1&hl=id&pg=PP1#v=onepage&q&f=false] Kata Pengantar oleh Abdullahi A. An-Na'im dan Profesor Beth Lyon, Edisi 2, Cianjur: IMR Press, 2012; Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: Refika Aditama, 2006.

Menanti Pembentukan Badan HAM ASEAN

Posted on November 22, 2009 - Filed Under Artikel Hukum Internasional |

ASEAN Charter_Empat Dekade Pembentukan ASEAN
Setelah 40 tahun pembentukan ASEAN yaitu sejak berdirinya 8 Agustus 1967 empat dekade lalu yang dibentuk berdasar Deklarasi Asean (Asean Declaration), sekarang Asean sudah memiliki Piagam Asean (Asean Charter). Secara resmi Piagam Asean ditandatangani pada KTT Asean ke-13 di Singapura, 20 November 2007.Sepuluh kepala negara dan pemerintahan hadir dan bertekad untuk memajukan organisasi Asean sebagai organisasi yang solid dan tangguh. Komitmen untuk lebih memberdayakan komunitas Asean telah dicapai pada Bali Concord II Tahun 2003 yang mengikrarkan adanya komunitas Asean, yaitu komunitas keamanan (Asean security community); komunitas ekonomi (Asean economic community); dan komunitas sosial-budaya (Asean soci-cultural community).
Piagam Asean terdiri atas 13 bab dan 55 pasal. Untuk efektifitas keberlakuannya, Piagam Asean Bab XIII Pasal 47 ayat (2) mengamanatkan kepada semua negara anggota ASEAN untuk menandatangani dan meratifikasinya sesuai dengan mekanisme internal masing-masing (This charter shal be subject to ratification by all Asean Members States in accordance with their respective internal procedures). 15 Desember 2008 akhirnya ASEAN Charter diratifikasi oleh 10 negara ASEAN dan Indonesia adalah negara terakhir yang meratifikasi ASEAN Charter yaitu dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tanggal 6 November 2008. dengan diratifikasinya ASEAN Charter oleh semua anggota ASEAN tersebut maka ASEAN Charter berlaku dan mengikat bagi semua negara ASEAN dan selanjutnya asosiasi negara-negara Asia Tenggara ini telah menjadi satu entitas dan organisasi antar pemerintah yang memiliki personalitas hukum (legal personality) tersendiri.

Badan HAM ASEAN Harapan Baru Perlindungan HAM
Dalam pembukaan (Preambule) ASEAN Charter yang telah disepakati, negara-negara ASEAN diamanatkan untuk mematuhi penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.Pernyataan tersebut secara eksplisit dijabarkan dalam Pasal 2 ayat (2i) bahwa salah satu prinsip ASEAN adalah menghormati dan memajukan upaya perlindungan HAM di kawasan Asean.Prinsip ini mengisyaratkan bahwa ASEAN harus berperan nyata dalam menjaga kesinambungan kawasan ASEAN dalam memberikan pemajuan dan perlindungan HAM. Untuk mendukung upaya itu, Pasal 14 Piagam Asean menegaskan, “…in conformity with the purposes and principles of the Asean Charter relating to the promotion and protection of human rights and fundamental freedoms, Asean shall establish an Asean human rights body. Sehingga, pembentukan Badan HAM ASEAN merupakan hal yang harus dilakukan sebagai “ujung tombak” dalam mewujudkan tujuan dan prinsip-prinsip ASEAN tersebut.
ASEAN Charter tersebut seakan membawa ”angin segar” bagi Negara-negara ASEAN dalam upaya perlindungan HAM dengan membentukan badan HAM tingkat regional karena berbeda dengan negara Eropa, Amerika dan Afrika selama ini di tingkat regional negara Asia khususnya Asia Tenggara belum memiliki badan HAM tingkat regional. Selain itu Hal demikian karena sejak berdiri 42 tahun lalu, penegakan HAM di ASEAN hanya ditekankan untuk memajukan HAM. Barulah dalam piagam ini semua negara akhirnya menyepakati bahwa penegakan HAM harus juga mencakup perlindungan HAM yang ditegaskan dalam Pasal 14 dengan membentuk suatu badan HAM untuk memajukan dan meningkatkan perlindungan HAM dan kebebasan-kebebasan dasar (fundamental freedoms). Dengan adanya klausul perlindungan sebagai prinsip kerja Badan HAM ASEAN maka para korban pelanggaran HAM diberi ruang untuk memperjuangkan penyelesaian kasusnya di forum regional.Kemungkinan para pelaku pelanggaran HAM lolos dari jerat hukum semakin sempit, walaupun mereka mungkin lolos dari jerat hukum di negara mereka, tapi belum tentu lolos di tingkat regional.
Upaya pembentukan badan HAM sampai sekarang masih dikerjakan oleh kelompok kerja yang bertugas untuk membuat kerangka acuan (terms of reference_TOR) tentang badan ini.Sampai saat ini pertemuan sudah dilaksanakan 12 kali menurut penuturan Muhammad Budiman sebagai wakil Indonesia dalam forum tersebut dan sudah dihasilkan TOR sementara. TOR pembentukan badan HAM ini direncanakan terbentuk pada Juli 2009 mendatang yang perundingannya akan dilaksanakan di Nyanmar. Masalah kemudian yang muncul ketika human rights body ini terbentuk adalah bagaimanakah Badan HAM ASEAN yang akan dibentuk dapat tetap memajukan dan melindungi HAM di ruang lingkup ASEAN sekaligus pada saat bersamaan mengakomodasi integritas dan kepentingan negara-negara ASEAN. Dilema ini sungguh berat mengingat hampir semua negara anggota ASEAN memiliki persoalan HAM. Myanmar dengan rejim militernya yang otoriter dan penindasan etnis minoritasnya (Rohingya, dll), Thailand dengan kekerasan dan konflik di Thailand Selatan (Patani Darussalam) dan sengketa perbatasan dengan Kamboja, Malaysia dengan masalah diskriminasi rasial dan pemberlakuan internal security act-nya, Kamboja dengan berlarut-larutnya peradilan terhadap mantan petinggi Khmer Merah, Philippina dengan berlarutnya konflik dan macetnya perdamaian di Moro-Mindanao, juga Indonesia yang memiliki masalah dengan kemiskinan, pengangguran, serta pemenuhan hak-hak ekonomi, kesehatan dan pendidikan warganya. Dari masalah HAM di atas bahkan telah melewati pintu ruang domestiknya karena skala pelanggaran dan kejahatan yang besar.Misalnya kasus Myanmar dan Kamboja.Myanmar dalam bentuk kekerasan politik dan penindasan etnis minoritas seperti Rohingya (yang tak diakui sebagai warganegara Myamar hingga kini) dan di Kamboja (dalam bentuk genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan pada era Pol Pot 1975 – 1979) adalah suatu pelanggaran berat HAM dan kejahatan internasional yang patut menjadi perhatian bersama yang tidak cukup diserahkan melalui mekanisme nasional saja. Namun kita masih punya harapan baru, semoga negosiator-negosiator kita ditingkat kelompok kerja ASEAN mampu memperjuangkan aspirasi seluruh rakyat ASEAN secara fair and adil dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM

Tanggungjawab Negara dalam Pemenuhan Hak Ekosob

Posted on March 2, 2011 - Filed Under Artikel Hukum Internasional |
Konsep Dasar Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional dan Indonesia
HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia, jadi manusia memilikinya bukan karena diberikan oleh hukum positif atau masyarakat, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.[1]
Ham mulai digagas oleh masyarakat internasional pada awal akhir abad 19 dan abad 20 (Perang Dunia I dan II). Dampak perang ini telah menyadarkan masyarakat internasional akan perlunya jaminan hak-hak kodrati yang melekat pd setiap diri manusia. Masyarakat internasional mulai menggagas, mengadakan konferensi-konferensi internasional guna membuat peraturan bersama atas standar penghormatan HAM, yang akhirnya muncul lah DUHAM (UDHR), ICCPR dan ICESCR yang ketiganya dalam tataran instrument HAM internasional sering disebut dengan the international Bill of human rights.
Tapi sebenarnya dalam tataran masy internasional gagasan mengenai HAM telah ada pada abad 18 dinegara2 Eropa (freedom from_berserikat, berpendapat, hak2 politik).Pertengahan abad ke 20 muncul tuntutan atas pemenuhan hak ekonomi (bebas dari kemiskinan), hak social (bebas dari segala bentuk diskriminasi) dan hak budaya (bebas dari kebodohan).
Dalam diskusi ini akan lebih difokuskan pada pembahasan mengenai hak-hak ekonomi, social dan budaya berikut konsekuensi Negara yang meratifikasi__kewajiban.

Kerangka Normatif Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya adalah jenis hak asasi manusia yang terkait dengan kesejahteraan material, sosial dan budaya. Pengaturan jenis-jenis hak ekosob ini mula-mula diatur dalam pasal 16, 22 sampai pasal 29 DUHAM, dan lebih lanjut diatur dalam International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966. Hak-hak yang termasuk dalam kategori hak ekonomi, sosial dan budaya ini, meliputi:
1.Hak atas pekerjaan  
2.Hak mendapatkan program pelatihan
3.Hak mendapatkan kenyamanan dan kondisi kerja yang baik
4.Hak membentuk serikat buruh
5.Hak menikmati jaminan sosial, termask asuransi sosial
6.Hak menikmati perlindungan pada saat dan setelah melahirkan
7.Hak atas standar hidup yang layak termasuk pangan, sandang, dan perumahan
8.Hak terbebas dari kelaparan
9.Hak menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi
10.Hak atas pendidikan, termasuk pendidikan dasar secara Cuma-Cuma
11.Hak untuk berperan serta dalam kehidupan budaya menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan aplikasinya
Hak ekosob mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam hukum hak asasi manusia internasional; ia menjadi acuan pencapaian bersama dalam pemajuan ekonomi, sosial dan budaya[2]. Paling tidak, ada tiga alasan kenapa hak ekonomi, sosial, dan budaya mempunyai arti yang sangat penting:
1.Hak ekosob mencakup berbagai masalah paling utama yang dialami manusia sehari-hari: makanan yang cukup, pelayanan kesehatan, dan perumahan yang layak adalah diantara kebutuhan pokok (basic necessities) bagi seluruh umat manusia.
2.Hak ekosob tidak bisa dipisahkan dengan hak asasi manusia yang lainnya: interdependensi hak asasi manusia adalah realitas yang tidak bisa dihindari saat ini. Misalnya saja, hak untuk memilih dan kebebasan mengeluarkan pendapat akan tidak banyak artinya bagi mereka yang berpendidikan rendah karena pendapatan mereka tidak cukup untuk membiayai sekolah.
3.Hak ekosob mengubah kebutuhan menjadi hak: seperti yang sudah diulas diatas, atas dasar keadilan dan martabat manusia, hak ekonomi sosial budaya memungkinkan masyarakat menjadikan kebutuhan pokok mereka sebagai sebuah hak yang harus diklaim (rights to claim) dan bukannya sumbangan yang didapat (charity to receive)[3].
Pengikatan terhadap hak ekosob tersebut diwujudkan dengan mempositifikasikan hak-hak yang tertuang dalam Covenan on Economic, Social and Cultural Rights 1966 dengan melalui ratifikasi[4]. Sekarang lebih dari 143 negara yang telah meratifikasi kovenan ini. Indonesia telah meratifikasi ICESCR 1966 dengan UU No 11 Tahun 2005.
Kewajiban Negara dalam Pemenuhan dan Perlindungan Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Hak-hak ekosob sering disebut sebagai “hak-hak positif”, karena tidak seperti dalam hak-hak sipil dan politik, dalam hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ini, negara harus berperan atau mengambil langkah-langkah positif untuk menjamin terpenuhinya hak-hak ini, seperti tersedianya perumahan, sandang, pangan, lapangan kerja, pendidikan, dsb[5].
Dalam Pasal 2 ayat 1 Kovenan Hak Ekosob dinyatakan :
” Setiap negara peserta Kovenan berjanji untuk mengambil langkah-langkah, baik secara sendiri maupun melalui bantuan dan kerjasama internasional, khususnya bantuan teknis dan ekonomi, sampai maksimum sumberdaya yang ada, dengan maksud untuk mencapai secara bertahap perwujudan penuh hak yang diakui dalam Kovenan dengan menggunakan semua sarana yang memadai, termasuk pengambilan langkah-langkah legislatif. ”
Kovenan seringkali disalahartikan bahwa pemenuhan hak ekosob akan terwujud setelah atau apabila suatu negara telah mencapai tingkat perkembangan ekonomi tertentu. Padahal yang dimaksudkan dengan rumusan tersebut adalah mewajibkan semua Negara peserta untuk mewujudkan hak-hak ekonomi, sosial, budaya, terlepas dari tingkat perkembangan ekonominya atau tingkat kekayaan nasionalnya.
Berdasarkan pasal tersebut Negara harus secara aktif mengambil tindakan (state obligation to do something) tetapi juga menuntut negara tidak mengambil tindakan tertentu untuk melindungi hak (state obligation not to do something)
Kovenan membebankan sejumlah kewajiban bagi Negara peratifikasi setidaknya:
1.Obligation of conduct__kewajiban melaksanakan kemauan dalam konvensi
2.Obligation of result__kewajiban pencapaian hasil
3.Obligation transparent assessment of progress__kewajiban pelaksanaan kewajiban tersebut secara transparan di dalam pengambilan keputusan
Dalam tiga kewajiban tersebut mesti terpenuhi tiga kewajiban penting yaitu kewajiban menghormati (duty to respect), kewajiban melindungi (duty to protect) dan kewajiban memenuhi (duty to fulfill).
Prinsip-prinsip Maastricht (Maastricht principles) yang dirumuskan oleh ahli-ahli hukum internasional tentang tanggung jawab negara berdasarkan ICESCR juga menolak permisahan tanggung jawab negara dalam apa yang disebut obligation of conduct disatu sisi dan obligation of result disisi lain. Prinsip-prinsip Limburg (Limburg principles)[6] memberikan pedoman umum tentang bagaimana persisnya kewajiban tersebut dilanggar oleh suatu negara (violation of covenan obligations), yaitu[7]:
1.Negara gagal mengambil langkah-langkah yang wajib dilakukannya
2.Negara gagal menghilangkan rintangan secara cepat dimana Negara tersebut berkewajiban untuk menghilangkannya
3.Negara gagal melaksanakan tanpa menunda lagi suatu hak yang diwajibkan pemenuhannya dengan segera
4.Negara dengan sengaja gagal memenuhi suatu standar pencapaian yang umum diterima secara internasional
5.Negara menerapkan pembatasan terhadap suatu hak yang diakui dalam kovenan
6.Negara dengan sengaja menunda atau menghentikan pemenuhan secara bertahap dari suatu hak, dan
7.Negara gagal mengajukan laporan yang diwajibkan oleh kovenan.
Dalam konteks hukum internasional, Limburg principle tersebut merupakan bentuk hukum internasional yang berbentuk soft law, yang non legally binding bagi negara-negara untuk melaksanakannya. Namun demikian, instrument hokum tersebut tetap memberikan pedoman yang dapat dipakai oleh negara-negara dalam melaksanakan kewajibannya terhadap kovenan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Bagaimana dengan Indonesia dalam Implementasinya….?
Didalam UUD 1945 yang telah diamandemen terdapat ketentuan yang tegas dan jelas mengenai hak asasi manusia dibidang sipil,politik,ekonomi,social,budaya, maupun pembangunan. Hak-hak tersebut dijelaskan dalam pembukaan dan tersebar didalam beberapa pasal didalam UUD 1945 terutama didalam pasal 28 dalam Bab mengenai Hak Asasi Manusia.
Didalam batang tubuh hak-hak yang berkaitan dengan hak ekonomi,social dan budaya yang diatur didalam UUD 1945 antara lain :
Pasal 28C :
(1)   Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia
Pasal 28H :
(1)   Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan
(2)   Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan
(3)   Setiap orang berhak atas jaminan social yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat
(4)   Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 31
(1)Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan

[1] Smith, R.K.M., 2008, Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia. Hal:11.
[2] Ifdal Kasim dalam Majna El Muhtaj. 2008. Dimensi-dimensi HAM, Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.hal:xxv
[3] Agung Yudawiranata. Wacana Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Pasca Rezim Otoriatarian. http//:wacana%20%Hak%20Ekosob%20Pasca%20Rezim%20Otoritarian
[4] Ratifikasi sering dimaknai sebagai tindakan pengesahan oleh Kepala Negara ditingkat nasional untuk mengikatkan diri pada perjanjian-perjanjian internasional.
[5] Jaka Triyana. 2007, Penegakan Hukum terhadap Pelanggaran HAM dalam Perspektif Hukum Internasional, Bahan Ajar Kuliah Hukum HAM Internasional Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Hukum 2007.
[6] Suatu kumpulan prinsip-prinsip yang dirumuskan oleh ahli-ahli hokum internasional untuk penerapan ICESCR
[7] Ibid.

Unknown
Unknown

Previous
Next Post »