Inilah Kisah dari Orang Yang Pertama Kali Tinggal di Kota Makkah


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam mennyampaikan:
kepada kita tentang kisah bapak kita, Ismail, dan ibunya, Hajar, yang tinggal di tanah suci Makkah. Keduanya adalah orang pertama yang tinggal di sana. Tempat keduanya tinggal adalah belahan bumi tersuci di muka bumi ini, yang terdapat Baitul Haram. Di sanalah kaum muslimin berhaji.
Di sanalah mereka menghadap dalam shalat. Di sanalah wahyu turun kepada Ismail dan orang setelahnya, yaitu Rasul termulia Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam.

Penyebab keluarnya Hajar dari Palestina ke Makkah
adalah persoalan yang terjadi antara Hajar dan Sarah setelah Hajar melahirkan Ismail. Hajar terpaksa menjauh dari Sarah manakala dirinya tidak merasa aman di sisinya, sebagaimana hal itu diisyaratkan oleh hadis. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menyampaikan kepada kita bahwa dalam kepergiannya Hajar menyeret bajunya di belakangnya untuk menghapus jejak kakinya agar Sarah tidak mengetahui ke mana dia pergi.

Dan Allah memerintahkan Ibrahim agar memindahkan Hajar dan putranya ke Baitullah, tempat jauh yang tidak bisa dijangkau oleh kendaraan kecuali dengan kelelahan jiwa. Ini adalah perkara yang mungkin sulit dan berat bagi Ibrahim yang sudah tua, yang diberi anak Ismail dalamusia lanjut. Perkaranya bertambah sulit manakala Ibrahim meletakkan belahan jiwanya dan ibunya di
tempat yang sepi tanpa air, tanpa makanan dan tanpa penduduk.

Akan tetapi Allah memiliki hikmah yang mendalam. Walaupun secara lahir perkara itu sulit dan berat, akan tetapi ia banyak memuat rahmat dan kebaikan. Dan kita melihat rahmat dan kebaikan ini pada hari ini secara
jelas dan gamblang. Dengan didiami oleh Ismail, daerah itu tumbuh menjadi sebuah kota tempat dibangunnya Baitullah yang banyak direalisasikan ibadah-ibadah, syiar-syiar dan segala kebaikan. Dengannya Ibrahim dan Ismail memperoleh pahala dan balasan yang tidak diketahui kecuali oleh Allah. Itu adalah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya,
dan Allah adalah Pemilik karunia yang besar.

Ibrahim membawa anak kecil, Ismail, dan ibunya dari tanah yang penuh berkah dengan udaranya yang sejuk, kebunnya yang hijau, airnya yang mengalir ke lembah itu, dan kemudian meletakkan keduanya di bawah
pohon. Lalu dia meninggalkannya tanpa berpikir untuk membangunkan rumah sebagai tempat berlindung keduanya. Dia juga tidak mencarikan orang-orang yang bersedia tinggal di sisinya untuk melindunginya dari ancaman para begal atau serangan binatang buas.

Allah telah memerintahkan Ibrahim agar meninggalkan keduanya di lembah itu, maka dia pun melakukan seperti yang Allah perintahkan kepadanya. Dia menyerahkan keduanya kepada Allah, karena Dialah yang memerintahkannya untuk melakukan itu. Tentunya, Dia mampu melindungi keduanya, memberi makan dan minum kepada keduanya, serta menghibur keterasingan keduanya. Ibrahim tidak mempedulikan protes Hajar yang membuntutinya.

Hajar berkata, "Engkau membiarkan kami dan pergi begitu saja?"
Hajar mengulang itu berkali-kali, sementara Ibrahim tidak meladeninya. Ini adalah perintah Allah, dan perintah Allah tidak boleh dibantah. Inilah Islam di mana Ibrahim membawa dirinya kepadanya. "Ketika Tuhannya
berfirman kepadanya, 'Tunduk patuhlah!' Ibrahim menjawab, 'Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam." (QS. Al-Baqarah: 131)

Manakala Hajar merasa gagal mengorek jawaban, dia berkata, "Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk melakukan ini?" Ibrahim menjawab, "Ya." Pada saat itu tenanglah hati dan jiwa Hajar. Seorang mukmin mengetahui bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan orang yang menjawab perintah-Nya dan mewujudkan keinginan-Nya. Ibrahim terus berjalan pulang.


Ketika sampai di Tsaniyah dan tidak terlihat oleh Hajar, dia berhenti menghadap ke arah Baitullah, mengangkat kedua tangannya ke langit dan berbisik kepada Tuhannya, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-
tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati
sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari bauh-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS. Ibrahim: 37).

Allah telah mengabulkan doanya dan merealisasikan harapannya. Ibu Ismail tinggal selama berhari-hari. Dia minum dari kantong air yang ditinggalkan oleh Ibrahim untuknya dan makan kurma serta menyusui putranya. Akan tetapi
kurma dan air itu cepat habis. Ibu Ismail haus dan lapar. Anaknya pun ikut lapar dan haus bersamaan dengan lapar hausnya ibunya. Dia berguling-guling karena kehausan. Ibu Ismail tidak tega melihatnya. Kondisi itu mendorongnya untuk mencari sesuatu yang bisa menghapus rasa hausnya dan menghidupi dirinya.

Ibu Ismail melihat Shafa, bukit paling dekat dengannya. Jika seseorang ingin mengetahui apa yang ada di sekelilingnya, maka dia akan naik ke tempat yang tinggi agar bisa leluasa memandang dan mencari apa yang dia inginkan.
Ibu Ismail naik ke Shafa. Dia memandang dengan cermat. Tak seorang pun terlihat. Maka dia turun ke lembah untuk menuju bukit lain yang dekat, yaitu Marwah. Dia naik ke Marwah. Dia melihat seperti yang dia lakukan di
bukit Shafa. Tak ada yang membantunya, tak ada yang menolongnya.

Begitulah dia mondar-mandir di antara Shafa dan Marwah sampai tujuh kali. Pada saat dia mondar-mandir itu, dia menyempatkan diri menengok
anaknya, untuk menghilangkan rasa cemas dan mengetahui keadaannya. Kemudian dia meneruskan mondar-mandir. Inilah sa'i pertama di antara bukit Shafa dan Marwah. Dan sa'i yang pertama kali dilakukan oleh Hajar ini menjadi salah satu syiar ibadah haji dan umrah.


"Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya." (QS. Al-Baqarah: 158)
Setelah putaran ketujuh dia mendengar suara. Dia mencermatinya. Dia berkata kepada dirinya, "Diamlah." Sepertinya dia ingin agar bisa mendengar sejauh
mungkin. Ternyata suara itu terdengar oleh telinganya untuk kedua kalinya.

Dia berkata kepada sumber suara itu, "Aku telah mendengar suaramu, jika kamu berkenan untuk menolong." Dia meneliti sumber suara itu. Dia melihat, ternyata suara itu berasal dari putranya. Ternyata Malaikat Allah, Jibril, sedang memukulkan tumitnya atau sayapnya ke tanah di tempat Zamzam. Air pun memancar. Ibu Ismail telah mencari air dari atas bukit-bukit yang tinggi, lalu Allah mengeluarkan air untuknya dari bawah kaki putranya yang masih bayi. Tentu kebahagiaan ibu Ismail sangatlah besar sekali.

Tidak ada air, itu berarti kematian untuknya dan putranya. Memancarnya air
adalah kehidupannya dan kehidupan putranya beserta kehidupan lembah di mana dia tinggal. Menurut pengamatanku, Jibril menjelma dalam bentuk
seorang laki-laki, sehingga Hajar melihatnya dan berbicara kepadanya dan dia pun berbicara kepada Hajar. Sebagaimana Jibril juga pernah menjelma
menjadi seorang laki-laki pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan dilihat oleh para sahabat, dan mereka pun mendengarkan ucapannya.

Hal ini berdasarkan kepada bukti bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam tidak pernah melihat Jibril dalam bentuk aslinya seperti yang diciptakan oleh Allah kecuali dua kali. Pada kali pertama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam sangat ketakutan. Ibu Ismail, karena didorong oleh insting untuk mengumpulkan air dan menjaga persediaannya sebanyak mungkin, maka dia membendung air itu hingga dia bisa mengisi kantong airnya. Seandainya dia membiarkannya mengalir dan berjalan, niscaya ia akan menjadi mata air
yang mengalir.

Tentang hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, "Semoga Allah memberi rahmat kepada ibu Ismail. Seandainya dia membiarkan Zamzam” –atau beliau bersabda, "Tidak menciduk air-” niscaya zamzam menjadi mata air yang mengalir." Allah memberikan air kepada ibu Ismail untuk menghapus dahaganya, dan air susunya kembali menetes. Dia pun bisa menyusui putranya. Malaikat menenangkannya, "Jangan takut terlantar."

Malaikat menyampaikan berita gembira kepadanya, bahwa bayinya akan membangun Baitullah bersama ayahnya dan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan keluarganya. Allah menyempurnakan nikmat kepada Ismail dan
ibunya. Maka datanglah orang-orang ke lembah itu untuk menetap. Ibu dan Ismail pun mulai kerasan. Keterasingan sedikit demi sedikit mulai lenyap.

Sekelompok orang dari suku Jurhum melewati daerah di dekat mereka. Mereka singgah di Makkah bagian bawah. Mereka melihat seekor burung berputar-putar di udara. Mereka mengetahui bahwa berputar-putarnya burung itu
tidak lain karena di daerah itu terdapat air. Karena jika tidak ada air, maka burung itu akan terus berlalu dan tidak berhenti. Burung yang berputar-putar di udara seperti yang mereka saksikan itu adalah burung yang mengitari air dan mendatanginya.

Hanya saja, mereka tetap meragukan perkiraan mereka sendiri, karena mereka mengenal betul daerah tersebut, sebuah lembah tanpa air dan tanpa penghuni. Untuk memastikannya, mereka mengutus seseorang dari kalangan mereka.
Utusan itu kembali dengan menyampaikan apa yang dilihatnya kepada mereka.
Hore koe
Hore koe

Previous
Next Post »