BAB I
BAGIAN INTRODUKSI
1.1 Pengertian hukum tata Negara
Hukum Tata Negara pada dasarnya
adalah hukum yang mengatur organisasi kekuasaan suatu negara beserta segala
aspek yang berkaitan dengan organisasi negara tersebut. Sehubungan dengan itu
dalam lingkungan Hukum Ketatanegaraan dikenal berbagai istilah yaitu :
Di Belanda umumnya memakai istilah
“staatsrech” yang dibagi menjadi staatsrech in ruimere zin (dalam arti luas)
dan staatsrech In engere zin (dalam arti luas). Staatsrech in ruimere zin adalah Hukum Negara. Sedangkan staatsrech in engere zin adalah hukum
yang membedakan Hukum Tata Negara dari Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata
Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintah.
Di Inggris pada umumnya memakai
istilah “Contitusional Law”, penggunaan istilah tersebut didasarkan atas alasan
bahwa dalam Hukum Tata Negara unsur konstitusi yang lebih menonjol.
Di Perancis orang mempergunakan
istilah “Droit Constitutionnel” yang di lawankan dengan “Droit Administrative”,
dimana titik tolaknya adalah untuk membedakan antara Hukum Tata Negara dengan
Hukum Aministrasi Negara.
Sedangkan di Jerman mempergunakan istilah Verfassungsrecht: Hukum Tata Negara
dan Verwassungsrecht: Hukum
Administrasi Negara.
1.2 Definisi Hukum Tata Negara Menurut Beberapa Ahli
a) J.H.A Logemann
Hukum Tata Negara adalah hukum yang
mengatur organisasi negara. Het
staatsrecht als het recht dat betrekking heeft op de staat -die
gezagsorganisatie- blijkt dus functie, dat is staatsrechtelijk gesproken het
amb, als kernbegrip, als bouwsteen te hebben. Bagi Logemann, jabatan
merupakan pengertian yuridis dari fungsi, sedangkan fungsi merupakan pengertian
yang bersifat sosiologis. Oleh karena negara merupakan organisasi yang terdiri
atas fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lain maupun dalam
keseluruhannya maka dalam pengertian yuridis negara merupakan organisasi
jabatan atau yang disebutnya ambtenorganisatie.
b) Van Vollenhoven
Hukum Tata Negara adalah Hukum Tata
Negara yang mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat Hukum bawahan
menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan
masyarakatnya. dan akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing
yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum itu serta menentukan sususnan
dan wewenang badan-badan tersebut.
c) Scholten
Hukum Tata Negara adalah hukum yang
mengatur organisasi dari pada Negara. Kesimpulannya, bahwa dalam organisasi
negara itu telah dicakup bagaimana kedudukan organ-organ dalam itu
tugasnyamasing-masing..
d) Van der Pot
Hukum Tata Negara adalah
peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenang
masing-masing, hubungannya satu dengan yang lain dan hubungan dengan individu
yang lain.
e) Apeldoorn
Hukum Tata Negara dalam arti sempit
yang sama artinya dengan istilah hukum tata negara dalam arti sempit, adalah
untuk membedakannya dengan hukum negara dalam arti luas, yang meliputi hukum
tata negara dan hukum administrasi negara itu sendiri.
f) Wade and Phillips
Hukum Tata Negara adalah hukum yang
mengatur alat-alat perlengkapan negara, tugasnya dan hubungan antara alat
pelengkap negara itu. Dalam bukunya yang berjudul “Constitusional law” yang
terbit pada tahun 1936 .
g) Paton George Whitecross
Hukum Tata Negara adalah hukum yang
mengatur alat-alat perlengkapan negara, tugasnya ,wewenang dan hubungan antara
alat pelengkap negara itu. Dalam bukunya “textbook of Jurisprudence” yang
merumuskan bahwa Constutional Law deals with the ultimate question of
distribution of legal power and the fungctions of the organ of the state.
h) J. Maurice Duverger
Hukum Tata Negara adalah salah satu
cabang dari hukum privat yang mengatur organisasi dan fungsi-fungsi politik
suatu lembaga nagara.
i)
R. Kranenburg
Hukum Tata Negara meliputi hukum
mengenai susunan hukum dari Negara terdapat dalam UUD.
j)
Utrecht
Hukum Tata Negara mempelajari
kewajiban sosial dan kekuasaan pejabat-pejabat Negara.
k) Kusumadi Pudjosewojo
Hukum Tata Negara adalah hukum yang
mengatur bentuk negara (kesatuan atau federal), dan bentuk pemerintahan
(kerajaan atau republik), yang menunjukan masyarakat Hukum yang atasan
maupunyang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya (hierarchie), yang
selanjutnya mengesahkan wilayah dan lingkungan rakyat dari
masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukan alat-alat perlengkapan
(yang memegang kekuasaan penguasa) dari masyarakat hukum itu,beserta susunan
(terdiri dari seorang atau sejumlah orang), wewenang, tingkatan imbang dari dan
antara alat perlengkapan itu.
l)
L.J. Apeldorn
Pengertian Negara mempunyai beberapa arti :
- Negara
dalam arti penguasa, yaitu adanya orang-orang yang memegang kekuasaan
dalam persekutuan rakyat yang mendiami suatu daerah.
- Negara
dalam arti persekutuan rakyat yaitu adanya suatu bangsa yang hidup dalam
satu daerah, dibawah kekuasaan menurut kaidah-kaidah hukum
- Negara
dalam arti wilayah tertentu yaitu adanya suatu daerah tempat berdiamnya
suatu bangsa dibawa kekuasaan.
- Negara
dalam arti Kas atau Fikus yaitu adanya harta kekayaan yang dipegang oleh
penguasa untuk kepentingan umum.
Setelah mempelajari rumusan-rumusan
definisi tentang Hukum Tata Negara dari berbagai sumber tersebut di atas, dapat
diketahui bahwa tidak ada kesatuan pendapat di antara para ahli mengenai hal
ini. Dari pendapat yang beragam tersebut, kita dapat mengetahui bahwa
sebenarnya:
- Hukum
Tata Negara adalah salah satu cabang ilmu hukum, yaitu hukum kenegaraan
yang berada di ranah hukum publik
- Definisi
hukum tata negara telah dikembangkan oleh para ahli, sehingga tidak hanya
mencakup kejian mengenai organ negara, fungsi dan mekanisme hubungan antar
organ negara itu, tetapi mencakup pula persoalan-persoalan yang terkait
mekanisme hubungan antar organ-organ negara dengan warga negara
- Hukum
tata negara tidak hanya merupakan sebagai recht atau hukum dan apalagi sebagai wet atau norma hukum tertulis,
tetapi juga merupakan sebagai lehre
atau teori, sehingga pengertiannya mencakup apa yang disebut
sebagai verfassungrecht (hukum konstitusi) dan sekaligus verfassunglehre
(teori konstitusi)
- Hukum
tata negara dalam arti luas mencakup baik hukum yang mempelajari negara
dalam keadaan diam (staat in rust) maupun mempelajari negara dalam keadaan
bergerak (staat in beweging)
Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan :
Hukum Tata Negara adalah sekumpulan
peraturan yang mengatur organisasi dari pada negara, hubungan antara alat
perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal serta kedudukan warga
negara dan hak-hak azasinya.
1.3 HUBUNGAN HUKUM TATA NEGARA
DENGAN ILMU LAINNYA
HUKUM HTN DENGAN ILMU
NEGARA :
Keduanya mempunyai hubungan yang sangat dekat
Ilmu Negara mempelajari :
- Negara
dalam pengertian abstrak artinya tidak terikat waktu dan tempat.
- Ilmu
Negara mempelajari konsep-konsep dan teori-teori mengenai negara, serta
hakekat negara.
Hukum Tata Negara mempelajari :
- Negara
dalam keadaan konkrit artinya negara yang sudah terikat waktu dan tempat.
- Hukum
Tata Negara mempelajari Hukum Positif yang berlaku dalam suatu negara.
- Hukum
Tata Negara mempelajari negara dari segi struktur.
Dengan demikian hubungan antara Ilmu
Negara dengan Hukum Tata Negara adalah Ilmu Negara merupakan dasar dalam
penyelenggaraan praktek ketatanegaraan yang diatur dalam Hukum Tata Negara
lebih lanjut dengan kata lain Ilmu Negara yang mempelajari konsep, teori
tentang Negara merupakan dasar dalam mempelajari Hukum Tata Negara.
HUBUNGAN HTN DENGAN HAN
Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari Hukum Tata Negara
dalam arti luas, sedangkan dalam arti sempit Hukum Administrasi Negara adalah
sisanya setelah dikurangi oleh Hukum Tata Negara. Hukum Tata Negara adalah
hukum yang meliputi hak dan kewajiban manusia, personifikasi, tanggung jawab,
lahir dan hilangnya hak serta kewajiban tersebut hak-hak organisasi
batasan-batasan dan wewenang.
Hukum
Administrasi Negara adalah yang mempelajari jenis bentuk serta akibat hukum
yang dilakukan pejabat dalam melakukan tugasnya.
Menurut Budiman Sinaga, mengenai perbedaan antara Hukum Tata Negara
dengan Hukum Administrasi Negara terdapat banyak pendapat. Secara sederhana,
Hukum Tata Negara membahas negara dalam keadaan diam sedangkan Hukum Administrasi
Negara membahas negara dalam keadaan bergerak. Pengertian bergerak di sini
memang betul-betul bergerak, misalnya mengenai sebuah Keputusan Tata Usaha
Negara. Keputusan itu harus diserahkan/dikirimkan dari Pejabat Tata Usaha
Negara kepada seseorang.
Secara etimologis, administrasi berasal dari
bahasa latin yang terdiri dari kata ad dan ministrare. Kata ad artinya
intensif, sedangkan ministrare artinya melayani, membantu, atau mengarahkan.
Jadi, pengertian administrasi adalah melayani secara intensif. Administrasi
berasal dari kata administrasravius yang masuk ke dalam bahasa inggris, yakni
administrasion. Ada yang berpendapat bahwa kata adminitrasi diambil dari kata
“ad” dan “mionistro”. Ad mempunyai arti kepada dan ministro berarti melayani
sehingga diartikan sebagai pelayanan atau pengabdian terhadap subyek tertentu.
Selain itu, kata administrate berasal dari bahas belanda, yang artinya lebih
sempit dan terbatas pada aktifitas ketatausahaan, yaitu kegiatan penyusunan dan
pencatatan ketengaran yang diperoleh secara sistematis, yang berfungsi mencatat
hal-hal yang terjadi dalam organisasi sebagai bahan laporan bagi pimpinan,
didalamnya merupakan kegiatan tulis-menulis, mengirim dan menyimpan keterangan
dan dikaitkan pula dengan aktifitas administrasi pekantoran yang hanya
merupakan salah satu bidang dari administrasi.
Menurut Ngalim purwanto, kata Ad dan dalam administrasi mempunyai arti yang sama dengan kata to dalam bahasa inggris, yang berarti : “ke” atau “kepada”. Adapun ministrare sama artinya dengan tata to serve atau to conduct yang berarti “melayani”, membantu atau mengarahkan. Dalam bahasa inggris, to administer berati pula mengatur, memelihara ( to look after), dan mengarahkan. dengan demikian, adminitrasi merupakan suatu kegiatan atau usaha untuk membantu, melayani, mengarahkan, atau mengatur semua kegiatan didalam mencapai suatu tujuan. Admintrasi sebagai suatu proses, organisasi dan individu yang berhubungan dengan pelaksanaan visi dan misi suatu institusi atau lembaga tertentu.
Administrasi merupakan totalitas sistem yang terdiri dari subsistem-subsistem dengan berbagai atribut yang saling berkaitan, saling tergantungan, saling berhubungan dan saling memengaruhi sehingga keseluruhannya membentuk kebulatan yang utuh dan mempunyai peranan tujuan tertentu suatu sistem merupakan sub sistem dari sistem yang lebih besar. Dalam adminitrasi diperbincangkan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi sehingga jika yang dimaksud adalah negara, itu berarti membahas semua spek formal dan materi yang berkaitan dengan negara. Dengan demikian semua penyelanggaraan negara atau pemerintahan semaksimal mungkin dilaksanakan dengan cara yang efektik dan efisien.
Menurut Ngalim purwanto, kata Ad dan dalam administrasi mempunyai arti yang sama dengan kata to dalam bahasa inggris, yang berarti : “ke” atau “kepada”. Adapun ministrare sama artinya dengan tata to serve atau to conduct yang berarti “melayani”, membantu atau mengarahkan. Dalam bahasa inggris, to administer berati pula mengatur, memelihara ( to look after), dan mengarahkan. dengan demikian, adminitrasi merupakan suatu kegiatan atau usaha untuk membantu, melayani, mengarahkan, atau mengatur semua kegiatan didalam mencapai suatu tujuan. Admintrasi sebagai suatu proses, organisasi dan individu yang berhubungan dengan pelaksanaan visi dan misi suatu institusi atau lembaga tertentu.
Administrasi merupakan totalitas sistem yang terdiri dari subsistem-subsistem dengan berbagai atribut yang saling berkaitan, saling tergantungan, saling berhubungan dan saling memengaruhi sehingga keseluruhannya membentuk kebulatan yang utuh dan mempunyai peranan tujuan tertentu suatu sistem merupakan sub sistem dari sistem yang lebih besar. Dalam adminitrasi diperbincangkan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi sehingga jika yang dimaksud adalah negara, itu berarti membahas semua spek formal dan materi yang berkaitan dengan negara. Dengan demikian semua penyelanggaraan negara atau pemerintahan semaksimal mungkin dilaksanakan dengan cara yang efektik dan efisien.
Adapun tentang definisi adminitrasi sebagai berikut :
1.administarisi dapat diartikan pelayanan atau pengabdian terhadapan subjek
tertentu. Hal tersebut karena arti fungsional dari administerasi ditunjukan
kepada pekerjaan yang berkaiatan dengan pengabrkembdian dalam tugas
penyelenggaraan pememerintahan. Kemudian, berkembang ke berbagai aktfitas organisasi
lainnya, seperti perusahaan dan lembaga- lembaga yang bergerak dalam berbagai
bidang di masyarakat.
Dengan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa
konsep administrasi mempunyai konotasi yang luas, antara lain sebagai berikut :
a. Mempunyai pengertian sama dengan manajemen yang
berusaha mempengaruhi dan meyuruh orang agar berkerja secara produktif;
b. Memanfaatkan manusia, material, uang, metode
secara terpadu guna mencapai tujuan institusional
c. Mencapai suatu tujuan melaui orang lain; fungsi
eksekutif pememeritah, dan memmanfaatakan sisitem kerja sama interaktif yang
efisien dan efektif ( Daryanto, 2006 : 1 )
2. Daryanto menjelaskan bahwa administrasi adalah jenis pekerjaan yang
memanfaatkan aktifitas manusia dalam suatu pola kerjasama dalam upaya mencapai
suatu tujuan dengan cara-cara efektif dan efesien. Efektif dan efesien artinya
hemat waktu, hemat biaya dengan hasil yang terbaik, atau mengejar tujuan dengan
pola kerja yang menghemat waktu dan biaya.
Pada dasarnya, perhatian
utama dalam administrasi adalah tujuan, manusia, sumber, dan waktu. Kalau
keempat unsur tersebut digabungkan dan dilihat dari bentuk perilakunya, akan
tampak suatu satuan sosial tertentu, yang sering disebut organisasi. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa administrasi adalah sub sistem dari
organisasi itu sendiri yang unsur-unsurnya sendiri terdiri dari unsur
organisasi, yaitu tujuan, orang-orang, sumber dan waktu.
3. Administrasi artinya pelayanan terhadap semua kebutuhan terhadap
institusional dengan cara yang efektif dan efesien. Administrasi sebgai salah
satu komponendari sistem yang semua sub sistemnya saling berkaitan satu sama
lain.
4. Administrasi adalah aktifitas-aktifitas untuk mencapai suatu tujuan,
atau proses penyelenggaraan kerja untuk mencapai tujian yang telah di tetapkan.
5. Administrasi adalah keseluruhan ptoses penyelenggaraan dalam usaha kerja
sama dua orang atau lebih dan atau usaha bersama untuk mendsyagunakan semua
sumber ( personal maupun materiil) cara efektif dan efesien dan rasional untuk
menunjang tercapainya tujuan.
6. Administrasi negara dapat di artikan sebagai pelayanan dalam kehidupan
bernegara atau penyelenggaraan pemerintahan dengan sistem dan strategi tertentu
yang di arahkan kepada tujuan-tujuan bernegara. Tujuan yang dimaksud
berhubungan dengan kekuasaan yang terdapat dalam negara dan pemerintahan, baik
kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Bahkan, administrasi negara
berkaitan dengan semua kehidupan publik, yang di pengaruhi oleh situasi sosial
politik, ideologi negara, kebudyaan dan pertumbuhan e 1945konimi suatu negara.
Hubungan antara hukum tata negara dan administrasi
negara sangat erat secara fungsional dan sistemik hubungan fungsional yang
dimaksud kan adalah bahwa tata negara berlaku dan diterapkan menurut
administrasi negara , sedangkan pelaksanaan administrasi negara mengacu pada
hukum bernegara .hubungan sistem antara hukum tatanegara dan adminiustrasi
pelayanaan publik dalam penyelengaraan pemerintahaan jika dalam arti lembaga
yang menyelenggarakan pemerintahaan sesuai dengan uud 1945 ( sebelum dan
sesudah perubahan uud 1945 ) , yaitu presiden penyelenggara negara yang dibantu
oleh kabinet-kabinet nya .pengertian ini di perjelas oleh pasal 4 ayat (1) uud 1945 yang menegas lebih
lanjut , “presiden republik indonesia memegang kekusaaan pemerintahan menurut
uud “ . dengan demikian, presiden republik indonesia adalah tetap sebagai
penyelenggara pemeritah negara, yang menjalankan seluruh tugas pemerintahan.
Dengan demikian, sistem kerja penyelenggaraan pemerintah maupun negara diatur
oleh administrasi negara yang acuan yuridisnya berupa UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan lainnya. Demikian pula, dengan ilustrasi yang menggambarkan
adanya hubungan yang ammat erat antara hukum tata negara dan administrasi
negara, kaitannya dengan undand-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemeritahan
daerah bahwa dalam rangka memantapkan perwujudan ekonomi daerah perlu
menempatkan peraturan daerah dan tata urutan perundang-undangan.
HUBUNGAN HTN DENGAN
ILMU POLITIK
Hukum Tata Negara mempelajari peraturan-peraturan hukum yang
mengatur organisasi kekuasaan Negara, sedangkan Ilmu Politik mempelajari
kekuasaan dilihat dari aspek perilaku kekuasaan tersebut. Setiap produk
Undang-Undang merupakan hasil dari proses politik atau keputusan politik karena
setiap Undang-Undang pada hakekatnya disusun dan dibentuk oleh Lembaga-Lembaga
politik, sedangkan Hukum Tata Negara melihat Undang-Undang adalah produk hukum
yang dibentuk oleh alat-alat perlengkapan
Negara yang
diberi wewenang melalui prosedur dan tata cara yang sudah ditetapkan oleh Hukum
Tata Negara.
Dengan kata lain Ilmu Politik melahirkan manusia-manusia Hukum Tata
Negara sebaliknya Hukum Tata Negara merumuskan dasar dari perilaku
politik/kekuasaan. Menurut Barrents, Hukum Tata Negara ibarat sebagai kerangka
manusia, sedangkan Ilmu Politik diibaratkan sebagai daging yang membalut
kerangka tersebut.
Ibarat tubuh manusia, maka ilmu hukum tata negara diumpamakan oleh Barent sebagai kerangka tulang belulangnya, sedangkan ilmu politik ibarat daging-daging yang melekat di sekitarnya (het vlees er omheen beziet). Oleh sebab itu, untuk mempelajari hukum tata negara, terlebih dulu kita memerlukan ilmu politik, sebagai pengantar untuk mengetahui apa yang ada di balik daging-daging di sekitar kerangka tubuh manusia yang hendak diteliti. Dalam hal ini, negara sebagai objek studi hukum tata negara dan ilmu politik juga dapat diibaratkan sebagai tubuh manusia yang terdiri atas daging dan tulang.
Bagaimanapun juga, organisasi negara itu sendiri merupakan hasil konstruksi sosial tentang peri kehidupan bersama dalam suatu komunitas hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, ilmu hukum yang mempelajari dan mengatur negara sebagai organisasi tidak mungkin memisahkan diri secara tegas dengan peri kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, menurut Profesor Wirjono Prodjodikoro: “... seorang sarjana hukum, untuk memperdalam pengetahuannya dalam bidang Hukum Tata Negara, ada baiknya mempelajari juga ilmu sosiologi sebagai ilmu penunjang (hulpwetenshap) bagi ilmu Hukum Tata Negara.”57
Bagi sarjana hukum tata negara, di samping sosiologi, ilmu sosial lainnya juga sangat penting sebagai penunjang, seperti ilmu sejarah, ilmu politik, ilmu ekonomi, antropologi, dan sebagainya. Dikarenakan eratnya hubungan antara hukum dan negara di satu pihak dengan masyarakat pada umumnya, maka studi tentang gejala kemasyarakatan itu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, sehingga melahirkan ilmu sosial pada umumnya. Ilmu yang menyelidiki gejala-gejala kemasyarakatan pada umumnya disebut sosiologi, dan yang mengkhususkan kajiannya mengenai gejala kekuasaan disebut ilmu politik, dan demikian pula dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya. Bahkan, di berbagai perguruan tinggi, dibentuk program-program studi ilmu sosial dan politik yang berdiri sendiri di program studi ilmu hukum yang sudah berkembang sejak sebelumnya. Bahkan, dalam sejarah perkembangan perguruan tinggi di Indonesia, fakultas-fakultas ilmu sosial dan politik memang dikembangkan dari cikal bakal program-program yang terdapat di lingkungan fakultas-fakultas hukum. Fakultas Hukum Universitas Indonesia sendiripun dulunya adalah Fakultas Hukum dan Pengetahuan Kemasyarakatan. Baru kemudian Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dibentuk tersendiri di luar Fakultas Hukum.
Ibarat tubuh manusia, maka ilmu hukum tata negara diumpamakan oleh Barent sebagai kerangka tulang belulangnya, sedangkan ilmu politik ibarat daging-daging yang melekat di sekitarnya (het vlees er omheen beziet). Oleh sebab itu, untuk mempelajari hukum tata negara, terlebih dulu kita memerlukan ilmu politik, sebagai pengantar untuk mengetahui apa yang ada di balik daging-daging di sekitar kerangka tubuh manusia yang hendak diteliti. Dalam hal ini, negara sebagai objek studi hukum tata negara dan ilmu politik juga dapat diibaratkan sebagai tubuh manusia yang terdiri atas daging dan tulang.
Bagaimanapun juga, organisasi negara itu sendiri merupakan hasil konstruksi sosial tentang peri kehidupan bersama dalam suatu komunitas hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, ilmu hukum yang mempelajari dan mengatur negara sebagai organisasi tidak mungkin memisahkan diri secara tegas dengan peri kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, menurut Profesor Wirjono Prodjodikoro: “... seorang sarjana hukum, untuk memperdalam pengetahuannya dalam bidang Hukum Tata Negara, ada baiknya mempelajari juga ilmu sosiologi sebagai ilmu penunjang (hulpwetenshap) bagi ilmu Hukum Tata Negara.”57
Bagi sarjana hukum tata negara, di samping sosiologi, ilmu sosial lainnya juga sangat penting sebagai penunjang, seperti ilmu sejarah, ilmu politik, ilmu ekonomi, antropologi, dan sebagainya. Dikarenakan eratnya hubungan antara hukum dan negara di satu pihak dengan masyarakat pada umumnya, maka studi tentang gejala kemasyarakatan itu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, sehingga melahirkan ilmu sosial pada umumnya. Ilmu yang menyelidiki gejala-gejala kemasyarakatan pada umumnya disebut sosiologi, dan yang mengkhususkan kajiannya mengenai gejala kekuasaan disebut ilmu politik, dan demikian pula dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya. Bahkan, di berbagai perguruan tinggi, dibentuk program-program studi ilmu sosial dan politik yang berdiri sendiri di program studi ilmu hukum yang sudah berkembang sejak sebelumnya. Bahkan, dalam sejarah perkembangan perguruan tinggi di Indonesia, fakultas-fakultas ilmu sosial dan politik memang dikembangkan dari cikal bakal program-program yang terdapat di lingkungan fakultas-fakultas hukum. Fakultas Hukum Universitas Indonesia sendiripun dulunya adalah Fakultas Hukum dan Pengetahuan Kemasyarakatan. Baru kemudian Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dibentuk tersendiri di luar Fakultas Hukum.
1.4 OBJEK KAJIAN HUKUM TATA NEGARA
Obyek kajian ilmu hukum tata negara adalah negara. Dimana negara
dipandang dari sifatnya atau pengertiannya yang konkrit. Artinya obyeknya
terikat pada tempat, keadaan dan waktu tertentu. Hukum tata negara merupakan
cabang ilmu hukum yang membahas tatanan, struktur kenegaraan, mekanisme
hubungan antara struktur organ atau struktur kenegaraan serta mekanisme
hubungan antara struktur negara dan warga negara.
Ruang lingkup
Hukum Tata Negara adalah struktur umum dari negara sebagai organisasi, yaitu:
1.
Bentuk Negara (Kesatuan atau
Federasi)
2.
Bentuk Pemerintahan (Kerajaan
atau Republik)
3.
Sistem Pemerintahan
(Presidentil, Parlementer, Monarki absolute)
4.
Corak Pemerintahan (Diktator
Praktis, Nasionalis, Liberal, Demokrasi)
5.
Sistem Pendelegasian Kekuasaan Negara
(Desentralisasi, meliputi jumlah,dasar, cara dan hubungan antara pusat dan
daerah).
1.5 METODE STUDI HUKUM TATA NEGARA
Dalam
kepustakaan Belanda perkataan Staatsrecht,
dalam bahasa istilah inggris dikenal dengan “constitusional law” bahasa prancis
droit constitusionnel (hukum Tata Negara) mempunyai dua macam arti, Pertama
sebagai staatsrechtswetenschap (Ilmu Hukum Tata Negara) kedua sebagai Positif
staatsrecht (hukum tata Negara posistif).
Sebagai ilmu HTN , HTN mempunyai obyek penyelidikan dan mempunyai metode
penyelidikan, sebagaimana dikatakan Burkens; bahwa obyek penyelidikan Ilmu HTN
adalah system pengambilan keputusan dalam Negara sebagaimana distrukturkan
dalam hukum (tata) positif. Seperti UUD (konstitusi), UU, peraturan tata tertib
berbagai lembaga-lembaga negara. Kedua, positif staatsrecht (hukum tata Negara
positif) yaitu ada berbagai sumber hukum yang dapat kita kaji, HTN positi
mempunyai beberapa sumber hukum ;
1) hk. Tertulis, 2) Hk. Tak
tertulis, 3) yurispridensi 4) Pendapat Pakar Hukum
Sedangkan Hukum tata negara adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur dari pada negara.
Sedangkan Hukum tata negara adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur dari pada negara.
Menurut A.M. Donner (guru besar belanda; bahwa obyek penyelidikan ilmu HTN yaitu penerobosan Negara dengan HUkum “ de doordringing van de staat met het recht” artinya Negara sebagai organisasi kekuasaan/jabatan/rakyat) diterobos oleh aneka ragam Hukum. Sedangkan ilmu HTN dalam arti sempit menyelidiki :
1. jabatan apa yang terdapat dalam suatu Negara
2. siapa yang mengadakan
3. bagaimana cara melengkapi mereka dengan pejabat-pejabat
4. apa yang menjadi tugasnya
5. apa yang menjadi wewenangnya
6. perhubungan kekuasaan satu sama lain
7. di dalam batas-batas apa organisasi Negara. Dan bagaimana menjalankan tugasnya.
Dalam membagi HTN dalam arti luas itu dibagi atas dua golongan hukum, yaitu :
1. Hukum tata Negara dalam arti sempit
2. hukum tata usaha Negara administrative recht)
Menurut
Van Volenhoven membagi HTN atas golongan :
1. hukum pemerintahan (berstuurecht)
2. hukum peradilan (justitierecht ) :peradilan ketatanegaraan , peradilan perdata. ,Peradilan tata usaha, peradilan pidana
3. Hukum kepolisian (politierecht)
4. hukum perundang-undangan (regelaarecht)
1. hukum pemerintahan (berstuurecht)
2. hukum peradilan (justitierecht ) :peradilan ketatanegaraan , peradilan perdata. ,Peradilan tata usaha, peradilan pidana
3. Hukum kepolisian (politierecht)
4. hukum perundang-undangan (regelaarecht)
1.6 SUMBER HUKUM TATA NEGARA
Pengertian Sumber Hukum
Sumber hukum bermacam-macam pengetian adalah tergantung pada sudat mana kita melihanya. Namun demikian sebagai gambaran berikut dua pakar hukum dibawah ini sebagai gambaran tentang sumber hukum
Pengertian Sumber Hukum Menurut Sudikno Mertokusumo, yaitu :
a. sebagai asas hukum sebagai suatu yang merupakan permulaan hukum, misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangs, dans ebagainya.
b. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan pada hukum yang sekarang berlaku, seperti hukum prancis, hukum romawi dan lain-lain
c. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum (penguasa atau masyarakat)
d. Sebagai sumber hukum dimana kita dapat mengenal hukum seperti; dokumen, undang-undang, lontar, batu tertulis, dan sebagainya.
e. Sebagai sumber terjadinya hukum atau sumber yang menimbulkan hukum.
Sedangkan menurut Joeniarto bahwa sumber hukum dapat dibedakan menjadi :
• sumber hukum dalam artian sebagai asal hukum positif, wujudnya dalam bentuk yang konkrit berupa keputusan dari yang berwewenang
• sumber hukum dalam artian sebagai tempat ditemukannya aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan hukum positif. Entah tertulis atau tak tertulis.
• sumber hukum yang dihubungkan dengan filsafat, sejarah, dan masyarakat. Kita dapatkan sumber hukum filosofis histories dan sosiologis.
Sumber hukum bermacam-macam pengetian adalah tergantung pada sudat mana kita melihanya. Namun demikian sebagai gambaran berikut dua pakar hukum dibawah ini sebagai gambaran tentang sumber hukum
Pengertian Sumber Hukum Menurut Sudikno Mertokusumo, yaitu :
a. sebagai asas hukum sebagai suatu yang merupakan permulaan hukum, misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangs, dans ebagainya.
b. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan pada hukum yang sekarang berlaku, seperti hukum prancis, hukum romawi dan lain-lain
c. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum (penguasa atau masyarakat)
d. Sebagai sumber hukum dimana kita dapat mengenal hukum seperti; dokumen, undang-undang, lontar, batu tertulis, dan sebagainya.
e. Sebagai sumber terjadinya hukum atau sumber yang menimbulkan hukum.
Sedangkan menurut Joeniarto bahwa sumber hukum dapat dibedakan menjadi :
• sumber hukum dalam artian sebagai asal hukum positif, wujudnya dalam bentuk yang konkrit berupa keputusan dari yang berwewenang
• sumber hukum dalam artian sebagai tempat ditemukannya aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan hukum positif. Entah tertulis atau tak tertulis.
• sumber hukum yang dihubungkan dengan filsafat, sejarah, dan masyarakat. Kita dapatkan sumber hukum filosofis histories dan sosiologis.
1.7 Macam-Macam Sumber Hukum
Sumber
hukum formal diartikan sebagai tempat atau sumber dari mana suatu peraturan
memperoleh kekuatan hukum. Atau menurut Utrecht sumber hukum formil adalah
sumber hukum yang dikenal dari bentuknya.
Sedangkan hukum materiil adalah sumber hukum yang mentukan isi
hukum.Dengan demikian bahwa sumber hukum formal ini sebagai bentuk pernyataan berlakuknya
hukum materiil sumber hukum Tata
Negara bahwasanya sumber hukum tata
Negara tidak terlepas dari pada sumber hukum formil dan materil.
pertama, sumber hukum materil tata Negara adalah sumber hukum yang menentukan “isi” hukum, diperlukan jika akan menyediakan asal-usul hukum dan menentukan isi hokum.Pancasila disebut juga sebagai sumber hukum dalam arti materil, karena: Pancasila merupakan pandangan hidup dan falsafah Negara Pancasila merupakanjiwa dari setiap peraturan perUU atau semua hukum. Pancasila merupakan isi dari sumber tertib hokum, artinya
Bahwa pancasila adalah pandangan hidup, kesadaran dan cirta-cita hukum serta moral yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari rakyat Negara Indonesia.
pertama, sumber hukum materil tata Negara adalah sumber hukum yang menentukan “isi” hukum, diperlukan jika akan menyediakan asal-usul hukum dan menentukan isi hokum.Pancasila disebut juga sebagai sumber hukum dalam arti materil, karena: Pancasila merupakan pandangan hidup dan falsafah Negara Pancasila merupakanjiwa dari setiap peraturan perUU atau semua hukum. Pancasila merupakan isi dari sumber tertib hokum, artinya
Bahwa pancasila adalah pandangan hidup, kesadaran dan cirta-cita hukum serta moral yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari rakyat Negara Indonesia.
Adapun menifer sumber dari segala hokum bagi rakyat Indonesia meliputi :
Proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 Dilahirkan UUD45 sebagai dasar tertulis, yang terdiri dari pembukaan, batang tubuh serta peraturan peralihan UUD 45.
Kedua, sedangkan sumber hukum dalam arti formal, yaitu
a. hukum perundang-undangan ketatanegaraan adalah hukum tertulis yang dibentuk dengan cara-cara tertentu oleh pejabat yang berwewenang dan dituangkan dalam bentuk tertulis
b. hukum adat ketatanegaraan merupakan hukum asli bangsa Indonesia yang tertulis, namun tumbuh dan dipertahankan oleh masyarakat hukum adat.
c. hukum adat kebiasaan atau konvensi ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh dalam praktik penyelenggaraan Negara untuk melengkapi, menyempurnakan, dan menghidupkan (mendinamisasi) kaidah-kaidah hukum perundang-undangan atau hukum adat ketatanegaraan.
d. yurisprudensi ketatanegaraan adalah kumpulan putusan-putusan pengadilan.
e. Trakta atau hukum perjanjian internasional ketatanegaraan adalah persetujuan yang diadakan Indonesia dengan Negara-negara lain,
f. doktrin ketatanegaraan ajaran-ajaran tentang hukum tatanegara yang ditemukan dan dikembangkan di dalam dunia ilmu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan dan pemikiran saksama berdasarkan logika formal yang berlaku.
1.8 Hirarki Perundang-Undangan
Pasal 7 (1) UU No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan bahwa;
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah.
Yang dimaksudkan dengan peraturan daerah (perda) meliputi ;
a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur;
b. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota;
c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Hirarki perundang undangan menurut TAP MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan
tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah:
1. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.
3. Undang-Undang (UU) dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Presiden untuk melaksanakan UUD 1945 serta TAP MPR-RI
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Perpu dibuat oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan sebagai berikut: a). Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut. B). DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan. C). Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
5. Peraturan Pemerintah dibuat oleh Pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-undang
6. Keputusan Presiden(Keppres) Keputusan Presiden yang bersifat mengatur dibuat oleh Presiden untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berupa pengaturan pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan
7. Peraturan Daerah Peraturan daerah propinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) propinsi bersama dengan gubernur. . Peraturan daerah propinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) propinsi bersama dengan gubernur.atau DPRD kabupaten/kota bersama Bupati/walikota
b. Peraturan daerah kabupaten / kota dibuat oleh DPRD kabupaten / kota bersama bupati / walikota.
c. Peraturan desa atau yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau yang setingkat, sedangkan tata cara pembuatan peraturan desa atau yang setingkat diatur oleh peraturan daerah kabupaten / kota yang bersangkutan. Tata cara pembuatan UU, PP, Perda serta pengaturan ruang lingkup Keppres diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Namun hingga sekarang ini belum ada UU yang mengatur apa saja yang menjadi lingkup pengaturan Keppres dan PP .
1.9 Pengertian Asas HTN
Obyek asas HTN sebagaimna obyek yang
dipelajari dalam HTN, sebagai tambahan menurut Boedisoesetyo bahwa mempelajari
asas HTN sesuatu Negara tidak luput dari penyelidikan tentang hukum positifnya
yaitu UUD karena dari situlah kemudian ditentunkan tipe Negara dan asaa
kenegaraan bersangkutan.
Sebagaimana asas-asas HTN yaitu :
• asas pancasila bahwasanya setiap Negara didirikan atas falsafah tertentu.
• asas Negara hukum (rechtsstaat) cirinya yaitu pertama, adanya UUD atau konstitusi yang memuat tentang hubungan antara penguasa dan rakyat kedua, adanya pembagian kekuasaan, diakui dan dilindungi adanya hak-hak kebebasan rakyat.
• Salah satu yang terpenting dalam Negara hukum adalah asas legalitas, dimana asas legalitas tidak dikehendaki pejabat melakukan tindakan tanpa berdasarkan undang-undang yang berlaku. Atau dengan kata lain the rule of law not of man dengan dasar hukum demikian maka harus ada jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun berdasarkan prinsip2 demokrasi.
• asas kedaulatan dan demokrasi menurut jimly Asshiddiqie gagasan kedaulatan rakyat dalam Negara Indonesia, mencari keseimbangan individualisme dan kolektivitas dalam kebijakan demokrasi politik dan ekonomi.
• asas Negara kesatuan pada prinsipnya tanggung jawab tugas-tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan pemerintah pusat. Akan tetapi, system pemerintahan diindonesia yang salah satunya menganut asas Negara kesatuan yang di desentralisasikan menyebabkan adanya tugas-tugas tertentu yang diurus sendiri sehingga menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan hubungan kewenangan dan pengawasan.
• asas pemisahan kekuasaan dan chek and balance (perimbangan kekuasaan)
Sebagaimana asas-asas HTN yaitu :
• asas pancasila bahwasanya setiap Negara didirikan atas falsafah tertentu.
• asas Negara hukum (rechtsstaat) cirinya yaitu pertama, adanya UUD atau konstitusi yang memuat tentang hubungan antara penguasa dan rakyat kedua, adanya pembagian kekuasaan, diakui dan dilindungi adanya hak-hak kebebasan rakyat.
• Salah satu yang terpenting dalam Negara hukum adalah asas legalitas, dimana asas legalitas tidak dikehendaki pejabat melakukan tindakan tanpa berdasarkan undang-undang yang berlaku. Atau dengan kata lain the rule of law not of man dengan dasar hukum demikian maka harus ada jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun berdasarkan prinsip2 demokrasi.
• asas kedaulatan dan demokrasi menurut jimly Asshiddiqie gagasan kedaulatan rakyat dalam Negara Indonesia, mencari keseimbangan individualisme dan kolektivitas dalam kebijakan demokrasi politik dan ekonomi.
• asas Negara kesatuan pada prinsipnya tanggung jawab tugas-tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan pemerintah pusat. Akan tetapi, system pemerintahan diindonesia yang salah satunya menganut asas Negara kesatuan yang di desentralisasikan menyebabkan adanya tugas-tugas tertentu yang diurus sendiri sehingga menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan hubungan kewenangan dan pengawasan.
• asas pemisahan kekuasaan dan chek and balance (perimbangan kekuasaan)
1.10 Lembaga-Lembaga Negara dalam UUD 1945
Perkembangan
ketata Negaraan Indonesia sebelum perubahan UUD 1945, RI menganut prinsip
supremasi MPR sebagai salah satu bentuk varian system supremasi MPR parlemen
yangdikenal didunia. Maka paham kedaulatan rakyat diorganisasikan melalui
pelembagaan MPR sebagai lembaga penjelmaan rakyat Indonesia yang berdaulat yang
disalurkan melalui prosedur perwakilan politik (political representation)
melalui DPR, perwakilan daerah (regional representation) melalui utusan daerah,
dan perwakilan fungsional (fungcional representation) melalui utusan golongan.
Ketiga-tiganya dimaksudkan untuk menjamin agar kepentingan seluruh rakyat yang
berdaulat benar-benar tercermin dalam keanggotaan MPR, sehingga menjadi lembaga
tertinggi yang say sebagai penjelmaan rakyat. Sebagaimana dalam pasal I ayat
(2) UUD 1945 “kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat”.
Setelah amandemen ketiga UUD 1945 sebagaimana pasal 1 ayat (2) bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan undang undang dasar. dengan demikian dengan berdasar pada UUD 1945 pasca amandemen ke-empat tersebut, maka terdapat delapan buah organ Negara yang mempunyai kedudukan sederajat yang langsung menerima kewenangan konstitusi dari UUD, kedelapan organ tersebut adalah;
Setelah amandemen ketiga UUD 1945 sebagaimana pasal 1 ayat (2) bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan undang undang dasar. dengan demikian dengan berdasar pada UUD 1945 pasca amandemen ke-empat tersebut, maka terdapat delapan buah organ Negara yang mempunyai kedudukan sederajat yang langsung menerima kewenangan konstitusi dari UUD, kedelapan organ tersebut adalah;
1. DPRD (dewan perwakilan rakyat daerah)
2. DPD (dewan perwakilan darah)
3. MPR (majelis permusyawaratan rakyat.)
4. BPK (badan pemeriksa keuangan)
5. presiden dan wakil presiden
6. mahkamah agung
7. mahkama konstitusi
8. komisi yudicial
Juga
terdapat lembaga atau institusi yang juga diatur kewenangannya dalam UUD, yaitu
2. TNI
3. keplisian Negara RI
4. pemerintah daerah
5. Partai politik
2. TNI
3. keplisian Negara RI
4. pemerintah daerah
5. Partai politik
Adapun lembaga yang tidak disebut namanya namun disebut
fungsinya, namun kewenangannya dinyatakan akan diatur dalam UU yaitu BANK
indonesai (BI) dan komisi pemilihan umum yang juga bukan nama karena ditulis
dalam huruf kecil. Sedangkan lembaga yang berdasarkan perintah menurut UUD yang
kewenangannya diatur dalam UU seperti; KOMNAS HAM, KPI, Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan lain sebagainya.
BAB
II
SUMBER
HUKUM TATA NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
2.1
Undang-Undang Dasar 1945
UUD 1945 sebagai
sumber hukum, yang merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur masalah
kenegaraan dan merupakan dasar ketentuan-ketentuan lainnya.
2.2
Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3
UUD 1945 ditentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan
Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan istilah
menetapkan tersebut maka orang berkesimpulan, bahwa produk hukum yang dibentuk
oleh MPR disebut Ketetapan MPR.
2.3
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Undang-undang
mengandung dua pengertian, yaitu :
a. undang-undang dalam arti materiel : peraturan yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
b. undang-undang dalam arti formal : keputusan tertulis yang dibentuk dalam arti formal sebagai sumber hukum dapat dilihat pada Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) UUD 1945.
a. undang-undang dalam arti materiel : peraturan yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
b. undang-undang dalam arti formal : keputusan tertulis yang dibentuk dalam arti formal sebagai sumber hukum dapat dilihat pada Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) UUD 1945.
2.4
Peraturan Pemerintah
Untuk
melaksanakan undang-undang yang dibentuk oleh Presiden dengan DPR, oleh UUD
1945 kepada presiden diberikan kewenangan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah
guna melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya.
Dalam hal ini
berarti tidak mungkin bagi presiden menetapkan Peraturan Pemerintah sebelum ada
undang-undangnya, sebaliknya suatu undang-undang tidak berlaku efektif tanpa
adanya Peraturan Pemerintah.
2.5
Keputusan Presiden
UUD 1945
menentukan Keputusan Presiden sebagai salah satu bentuk peraturan
perundang-undangan. Bentuk peraturan ini baru dikenal tahun 1959 berdasarkan
surat presiden no. 2262/HK/1959 yang ditujukan pada DPR melalui Ketetapan MPRS
No. XX/MPRS/1966, Keputusan Presiden resmi ditetapkan sebagai salah satu bentuk
peraturan perundang-undangan menurut UUD 1945
2.6
Peraturan pelaksana lainnya
Yang dimaksud
dengan peraturan pelaksana lainnya adalah seperti Peraturan Menteri, Instruksi
Menteri dan lain-lainnya yang harus dengan tegas berdasarkan dan bersumber pada
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
2.7
Convention (Konvensi Ketatanegaraan)
Konvensi
Ketatanegaraan adalah perbuatan kehidupan ketatanegaraan yang dilakukan
berulang-ulang sehingga ia diterima dan ditaati dalam praktek ketatanegaraan.
Konvensi Ketatanegaraan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
undang-undang, karena diterima dan dijalankan, bahkan sering kebiasaan
(konvensi) ketatanegaraan menggeser peraturan-peraturan hukum yang tertulis.
2.8
Traktat
Traktat atau
perjanjian yaitu perjanjian yang diadakan dua negara atau lebih. praktek
perjanjian internasional bebrapa negara ada yang dilakukan 3 (tiga) tahapan:
perundingan (negotiation), penandatanganan (signature), pengesahan
(ratification).
2.9 Sistem Pemerintahan Negara
Dalam suatu
negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden adalah kepala negaranya
dan berkewajiban membentuk departemen-departemen yang akan melaksakan kekuasaan
eksekutif dan melaksakan undang-undang. Setiap departemen akan dipimpin oleh
seorang menteri. Apabila semua menteri yang ada tersebut dikoordinir oleh
seorang perdana menteri maka dapat disebut dewan menteri/cabinet. Kabinet dapat
berbentuk presidensial, dan kabinet ministrial.
a)
Sistem Pemerintahan Indonesia
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia
adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat
disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk
pemerintahannya adalah republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan.Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.Apa yang dimaksud dengan sistem pemerintahan presidensial? Untuk mengetahuinya, terlebih dahulu dibahas mengenai sistem pemerintahan.
b)
Pengertian Sistem Pemerintahan
Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata
system dan pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system
(bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan
Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata
perintah.kata-kata itu berarti:
a. Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau
b. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
c. Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah
a. Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau
b. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
c. Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah
Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan
memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan
yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan
negara.Dalam arti yang sempit, pemerintaha adalah perbuatan memerintah yang
dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara.Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh
yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan
dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan
dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau
kekuasaan menjalankan pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berati kekuasaan
membentuk undang-undang; Dan Kekuasaan Yudikatif yang berati kekuasaan
mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut
secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif.Jadi,
system pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara,
hubungan antar lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai
tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.
Dalam suatu negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden adalah kepala negaranya dan berkewajiban membentuk departemen-departemen yang akan melaksakan kekuasaan eksekutif dan melaksakan undang-undang. Setiap departemen akan dipimpin oleh seorang menteri. Apabila semua menteri yang ada tersebut dikoordinir oleh seorang perdana menteri maka dapat disebut dewan menteri/cabinet.Kabinet dapat berbentuk presidensial, dan kabinet ministrial.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.
Dalam suatu negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden adalah kepala negaranya dan berkewajiban membentuk departemen-departemen yang akan melaksakan kekuasaan eksekutif dan melaksakan undang-undang. Setiap departemen akan dipimpin oleh seorang menteri. Apabila semua menteri yang ada tersebut dikoordinir oleh seorang perdana menteri maka dapat disebut dewan menteri/cabinet.Kabinet dapat berbentuk presidensial, dan kabinet ministrial.
·
Kabinet Presidensial
Kabinet presidensial adalah suatu kabinet dimana pertanggungjawaban atas kebijaksanaan pemerintah dipegang oleh presiden.Presiden merangkap jabatan sebagai perdana menteri sehingga para menteri tidak bertanggung jawab kepada perlemen/DPR melainkan kepada presiden. Contoh negara yang menggunakan sistem kabinet presidensial adalah Amarika Serikat dan Indonesia
·
Kabinet Ministrial
Kabinet ministrial adalah suatu kabinet yang dalam menjalankan kebijaksaan pemerintan, baik seorang menteri secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama seluruh anggota kebinet bertanggung jawab kepada parlemen/DPR.Contoh negara yang menggunakan sistem kabinet ini adalah negara-negara di Eropa Barat.
Apabila dilihat dari cara pembentukannya, cabinet ministrial dapat dibagi menjadi dua, yaitu cabinet parlementer dan cabinet ekstraparlementer.
Kabinet parlementer adalah suatu kabinet yang dibentuk dengan memperhatikan dan memperhitungkan suara-suara yang ada didalam parlemen.Jika dilihat dari komposisi (susunan keanggotaannya), cabinet parlementer dibagi menjadi tiga, yaitu kabinet koalisi, kabinet nasional, dan kabinet partai.
Kabinet Ekstraparlementer adalah kebinet yang pembentukannya tidak memperhatikan dan memperhitungkan suara-suara serta keadaan dalam parlemen/DPR.
2.10. Sistem Pemerintahan
Parlementer Dan Presidensial
Sistem pemerintahan negara dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu:
1. sistem pemerintahan presidensial;
2. sistem pemerintahan parlementer.
Pada umumnya, negara-negara didunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau kombinasi dari dua sistem pemerintahan diatas. Negara Inggris dianggap sebagai tipe ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan parlemen. Bhakan, Inggris disebut sebagai Mother of Parliaments (induk parlemen), sedangkan Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan presidensial.
Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-ciri yang dijalankannya.Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model pemerintahan parlementer.Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam sistem pemerintahan presidensial.Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya.Dari dua negara tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain dibelahan dunia.
Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif.Sistem pemerintahan disebut parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif.Sistem pemerintahan disebut presidensial apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung badan legislatif.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari :
·
Kabinet Presidensial
Kabinet
presidensial adalah suatu kabinet dimana pertanggungjawaban atas kebijaksanaan
pemerintah dipegang oleh presiden. Presiden merangkap jabatan sebagai perdana
menteri sehingga para menteri tidak bertanggung jawab kepada perlemen/DPR
melainkan kepada presiden.
·
Kabinet Ministrial
Kabinet
ministrial adalah suatu kabinet yang dalam menjalankan kebijaksaan pemerintan,
baik seorang menteri secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama seluruh anggota
kebinet bertanggung jawab kepada parlemen/DPR.
Teori Pembagian
Kekuasaan
dalam
pemerintahan yang demokratis kekuasaan tidak berada dan dijalankan oleh satu
badan tapi dilaksanakan oleh beberapa badan atau lembadengan adanya pembagian
kekuasaan dalam penyelenggaraan negara sebagai salah satu ciri negara
demokrasi, di dalamnya terdapat beberapa badan penyelenggara kekuasaan seperti,
badan legislatif, eksekutif, yudikatif dan lain-lain.
Ciri-ciri dari sistem pemerintahan
parlementer adalah sebagai berikut :
Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan
yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.Parlemen
memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik
yang memenangkan pemiihan umum.Partai politik yang menang dalam pemilihan umum
memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di
parlemen.
Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan
perdana menteri sebagai pemimpin kabinet.Perdana menteri dipilih oleh parlemen
untuk melaksakan kekuasaan eksekutif.Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif
berada pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.Anggota kabinet umumnya
berasal dari parlemen.
Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan
sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen.Hal ini berarti bahwa
sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota
parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada kabinet.
Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala
pemerintahan.Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala
negara adalah presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara
monarki.Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan.Ia hanya berperan sebgai
symbol kedaulatan dan keutuhan negara.
Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka
presiden atau raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan
parlemen.Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen
baru.
Kelebihan Sistem Pemerintahan
Parlementer:
Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah
terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif.Hal ini karena
kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan
kebijakan public jelas.
Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet
sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
Kekurangan Sistem Pemerintahan
Parlementer :
Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada
mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan
oleh parlemen.
Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak
bias ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu
kabinet dapat bubar.
Kabinet dapat mengendalikan parlemen.Hal itu terjadi apabila
para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai
meyoritas.Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet
dapat mengusai parlemen.
Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan
eksekutif.Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi
bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan
legislatif memiliki kedudukan yang independen.Kedua badan tersebut tidak
berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan
parlementer.Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan presidensial.
Ciri-ciri dari sistem pemerintaha
presidensial adalah sebagai berikut :
Penyelenggara negara berada ditangan presiden.Presiden
adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.Presiden tidak dipilih oleh
parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden.Kabinet
bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen
atau legislatif.
Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen.Hal itu
dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen.
Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam
sistem parlementer.
Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga
perwakilan.Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.
Kelebihan Sistem Pemerintahan
Presidensial :
Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak
tergantung pada parlemen.
Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu
tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun,
Presiden Indonesia adalah lima tahun.
Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan
jangka waktu masa jabatannya.
Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan
eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan
Presidensial :
Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif
sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil
tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan
tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
2.11. Pengaruh Sistem Pemerintahan
Satu Negara Terhadap Negara-negara Lain
Sistem pemerintahan negara-negara didunia ini berbeda-beda sesuai dengan keinginan dari negara yang bersangkutan dan disesuaikan dengan keadaan bangsa dan negaranya. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer merupakan dua model sistem pemerintahan yang dijadikan acuan oleh banyak negara.Amerika Serikat dan Inggris masing-masing dianggap pelopor dari sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer.Dari dua model tersebut, kemudian dicontoh oleh negara-negar lainnya.
Sistem pemerintahan negara-negara didunia ini berbeda-beda sesuai dengan keinginan dari negara yang bersangkutan dan disesuaikan dengan keadaan bangsa dan negaranya. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer merupakan dua model sistem pemerintahan yang dijadikan acuan oleh banyak negara.Amerika Serikat dan Inggris masing-masing dianggap pelopor dari sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer.Dari dua model tersebut, kemudian dicontoh oleh negara-negar lainnya.
Contoh negara yang menggunakan sistem pemerintahan presidensial: Amerika Serikat, Filipina, Brasil, Mesir, dan Argentina. Dan contoh negara yang menggunakan sistem pemerintahan parlemen: Inggris, India, Malaysia, Jepang, dan Australia.
Meskipun sama-sama menggunakan sistem presidensial atau parlementer, terdapat variasi-variasi disesuaikan dengan perkembangan ketatanegaraan negara yang bersangkutan. Misalnya, Indonesia yang menganut sistem pemerintahan presidensial tidak akan sama persis dengan sistem pemerintahan presidensial yang berjalan di Amerika Serikat. Bahkan, negara-negara tertentu memakai sistem campuran antara presidensial dan parlementer (mixed parliamentary presidential system).Contohnya, negara Prancis sekarang ini.Negara tersebut memiliki presiden sebagai kepala negara yang memiliki kekuasaan besar, tetapi juga terdapat perdana menteri yang diangkat oleh presiden untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari.
Sistem pemerintahan suatu negara berguna bagi negara lain. Salah satu kegunaan penting sistem pemerintahan adalah sistem pemerintahan suatu negara menjadi dapat mengadakan perbandingan oleh negara lain. Suatu negara dapat mengadakan perbandingan sistem pemerintahan yang dijalankan dengan sistem pemerintahan yang dilaksakan negara lain. Negara-negara dapat mencari dan menemukan beberapa persamaan dan perbedaan antarsistem pemerintahan. Tujuan selanjutnya adalah negara dapat mengembangkan suatu sistem pemerintahan yang dianggap lebih baik dari sebelumnya setelah melakukan perbandingan dengan negara-negara lain. Mereka bisa pula mengadopsi sistem pemerintahan negara lain sebagai sistem pemerintahan negara yang bersangkutan.
Para pejabat negara, politisi, dan para anggota parlemen negara sering mengadakan kunjungan ke luar negeri atau antarnegara.Mereka melakukan pengamatan, pengkajian, perbandingan sistem pemerintahan negara yang dikunjungi dengan sistem pemerintahan negaranya.Seusai kunjungan para anggota parlemen tersebut memiliki pengetahuan dan wawasan yang semakin luas untuk dapat mengembangkan sistem pemerintahan negaranya.
Pembangunan sistem pemerintahan di Indonesia juga tidak lepas dari hasil mengadakan perbandingan sistem pemerintahan antarnegara.Sebagai negara dengan sistem presidensial, Indonesia banyak mengadopsi praktik-praktik pemerintahan di Amerika Serikat.Misalnya, pemilihan presiden langsung dan mekanisme cheks and balance.Konvensi Partai Golkar menjelang pemilu tahun 2004 juga mencontoh praktik konvensi di Amerika Serikat.Namun, tidak semua praktik pemerintahan di Indonesia bersifat tiruan semata dari sistem pemerintahan Amerika Serikat.Contohnya, Indonesia mengenal adanya lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat, sedangkan di Amerika Serikat tidak ada lembaga semacam itu.
Dengan demikian, sistem pemerintahan suatu negara dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau model yang dapat diadopsi menjadi bagian dari sistem pemerintahan negara lain. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing telah mampu membuktikan diri sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial dan parlementer seara ideal.Sistem pemerintahan dari kedua negara tersebut selanjutnya banyak ditiru oleh negara-negara lain di dunia yang tentunya disesuaikan dengan negara yang bersangkutan.
2.12. Organ organ Dalam Negara
1. Presiden
2. Wakil
Presiden
3. Dewan
pertimbangan presiden
4. Kementerian
Negara
5. Menteri
Luar Negeri
6. Menteri
Dalam Negeri
7. Menteri
Pertahanan
8. Duta
9. Konsul
10. Pemerintahan
Daerah Provinsi
11. Gubernur/Kepala
Pemerintah Daerah Provinsi
12. DPRD
Provinsi
13. Pemerintahan
Daerah Kabupten
14. Bupati/Kepala
Pemerintah Daerah Kabupaten
15. DPRD
Kabupaten
16. Pemerintahan
Daerah Kota
17. Walikota/Kepala
Pemerintah Daerah Kota
18. DPRD
Kota
19. Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
20. Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
21. Dewan
Perwakilan Daerah (DPD)
22. Komisi
pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, yang diatur lebih
lanjut dengan undang-undang
23. Bank
sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya
diatur lebih lanjut dengan undang-undang
24. Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)
25. Mahkamah
Agung (MA)
26. Mahkamah
Konstitusi (MK)
27. Komisi
Yudisial (KY)
28. Tentara
Nasional Indonesia (TNI) dan
29. Kepolisian
Negara Republik Indonesia (POLRI)
BAB III
Lembaga Negara di Indonesia
3.1. Sebelum Perubahan (Amandemen UUD 1945)
a. MPR, sebagai pelaksana kedaulatan
rakyat, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan UUD, GBHN, memilih Presiden dan
Wakil Presiden serta mengubah UUD
- Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR,
mempunyai kekuasaan yang luas yang dapat digolongkan kedalam beberapa
jenis:
1. Kekuasaan penyelenggaran
pemerintahan;
- Kekuasaan didalam bidang perundang undangan,
menetapakn PP, Perpu;
- Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan
pemberian grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi;
- Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain,
mengangkat duta dan konsul.
- DPR, sebagai pelaksana kedaulatan
rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu kekuasaan membentuk undang-undang
(bersama-sama Presiden dan mengawasi tindakan presiden.
- DPA,
yang
berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden, berkewajiban memberikan
jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada
pemerintah
- BPK, sebagai “counterpart” terkuat
DPR, mempunyai kekuasaan untuk memeriksa tanggung jawab keuangan Negara
dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
- MA,
sebagai
badan kehakiman yang tertinggi yang didalam menjalankan tugasnya tidak
boleh dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah.
3.2 Setelah Perubahan
A. MPR, Lembaga tinggi negara sejajar
kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD,
MA, MK, BPK, menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN, menghilangkan
kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung
melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan
keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
- DPR,
Posisi
dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya
ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja)
sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, Proses dan mekanisme membentuk
UU antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi
legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme
kontrol antar lembaga negara.
- DPD,
Lembaga
negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah
dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan
daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya
dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih
secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu, mempunyai
kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan
kepentingan daerah.
- BPK,
Anggota
BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, berwenang mengawasi
dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta
menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh
aparat penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan memiliki
perwakilan di setiap provinsi, mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi
pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
- Presiden,
Membatasi
beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan
pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem
pemerintahan presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan
kepada DPR, Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode
saja, Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan
pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus
memperhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan mekanisme
pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara
langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan
presiden dalam masa jabatannya.
- Mahkmah
Agung,
Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kekuasaan kehakiman, yaitu
kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan
keadilan [Pasal 24 ayat (1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang
diberikan Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam
lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan
Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN),
badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian,
Advokat/Pengacara dan lain-lain.
- Mahkamah
Konstitusi,
Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the
guardian of the constitution), Mempunyai kewenangan: Menguji UU
terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus
pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan
putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan
atau wakil presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang
yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan
ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang
kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan
asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan-hubungan (kekuasaan)
diantara lembaga-lembaga negara tersebut. Hubungan –hubungan itu adakalanya
bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat timbal balik hanya sepihak
atau searah saja.
a. Amandemen UUD 1945 telah membawa konsekuensi berubahnya
struktur ketatanegaraan di Indonesia.
b. Dalam kasus di Indonesia ada beberapa hal yang menjadi
inti dan mempengaruhi banyaknya pembentukkan lembaga negara baru yang bersifat
independen.
Hal yang Mempengaruhi Dibentuknya Lembaga Negara yg Baru :
a. Tiadanya kredibilitas lembaga yang telah ada akibat suatu
asumsi dan bukti mengenai kasus korupsi yang sistemik dan mengakar yang sulit
untuk diberantas.
b. Tidak independennya lembaga-lembaga negara yang ada ,
karena satu atau lain hal tunduk di bawah pengaruh satu kekuasaan negara atau
kekuasaan lain.
c. Ketidakmampuan lembaga-lembaga negara yang telah ada
untuk melakukan tugas yang urgen dalam masa transisi demokrasi karena persoalan
birokrasi dan KKN.
d. Adanya pengaruh global dengan pembentukan lembaga negara
baru di banyak negara menuju demokrasi.
e. Tekanan lembaga-lembaga internasional
Prinsip-Prinsip Pembentukan Lembaga
a. Penegasan prinsip konstitusionalisme, yaitu gagasan yang
menghendaki agar kekuasaan para pemimpin dan badan-badan pemerintah yang ada
dibatasi. Pembatasan tersebut dapat diperkuat sehaingga menjadi suatu mekanisme
atau prosedur yang tetap, sehingga hak-hak dasar warga negara semakin terjamin
dan demokrasi dapat terjaga.
b. Prinsip checks and balance (mengawasi dan mengimbangi),
yang menjadi roh bagi pembangunan dan pengembangan demokrasi. Untuk itu
pembentukan organ kelembagaan negara harus bertolak dari kerangka dasar sistem
UUD 1945 yang mengarah ke separation of power ( pemisahan kekuasaan).
c. Prinsip integrasi, dalam arti bahwa pembentukan lembaga
negara tidak bisa dilakukan secara parsial, keberadaannya harus dikaitkan dengan
lembaga lain yang telah ada dan eksis. Pembentukan lembaga negara harus disusun
sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan proses yang saling mengisi dan
memperkuat, serta harus jelas kepada siapa lembaga tersebut haarus bertanggung
jawab.
d. Prinsip kemanfaatan bagi masyarakat, yaitu pembentukan
lembaga negara bertujuan untuk memenuhi kesejahteraan warganya dan menjamin
hak-hak dasar yang dijamin konstitusi.
Tiga Jalur Pembentuk Lembaga Negara. Berdasar UUD 1945
terdiri dari : MPR, DPR, DPD, Presiden, MA,BPK,Kementerian Negara, Pemerintah
Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota, DPRD Propinsi, DPRD
Kabupaten dan Kota, KPU, KY, MK,bank sentral, TNI, Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Dewan Pertimbangan Presiden.
Berdasar UU terdiri dari :Komnas HAM, KPK, KPI, Komisi
Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Komnas Anak,
Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan, Dewan Pers, dan Dewan Pendidikan. Berdasar
Keputusan Presiden terdiri dari Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Hukum
Nasional, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Permpuan,Komisi Pengawas
Kekayaan Penyelenggara Negara, Dewan Maritim, Dewan Ekonomi Nasional, Dewan
Industri Strategis, Dewan Pengembangan Usaha Nasional, dan Dewan Buku Nasional.
3.3 Lembaga Negara Yang Kedudukan
dan Kewenangannya Setara dalam UUD 1945
1. Presiden dan Wakil Presiden,
2. DPR,
3. DPD,
4. MPR,
5. BPK,
6. MA,
7. KY,
8. MK.
1. Presiden dan Wakil
a. Berbeda dengan sistem pemilihan Presiden dan Wapres
sebelumnya yang dipilih oleh MPR; UUD 1945 sekarang menentukan bahwa mereka
dipilih secara langsung oleh rakyat. Pasangan calon Presiden dan Wapres
diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu. Konsekuensinya
karena pasangan Presiden dan Wapres dipilih oleh rakyat, mereka mempunyai
legitimasi yang sangat kuat.
b. Hal ini diatur dalam pasal 7A UUD 1945 : Presiden dan/
atau Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya apabila
terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, tau perbuatan tercela
maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan /atau
Wakil Presiden.
2. Dewan Perwakilan Rakyat
a. Melalui perubahan UUD 1945, kekuasaan DPR diperkuat dan
dikukuhkan keberadaannya terutama diberikannya kekuasaan membentuk UU yang
memang merupakan karakteristik sebuah lembaga legislatif.
b. Hal ini membalik rumusan sebelum perubahan yang
menempatan Presiden sebagai pemegang kekuasaan membentuk UU. Dalam pengaturan
ini memperkuat kedudukan DPR terutama ketika berhubungan dengan Presiden.
3. Dewan Perwakilan Daerah
a. Jika DPR merupakan lembaga perwakilan yang mencerminkan
perwakilan politik (political representation), maka DPD merupakan lembaga
perwakilan yang mencerminkan perwakilan daerah (territorial reprentation).
Keberadaan DPD terkait erat dengan aspirasi dan kepentingan daerah agar
prumusan dan pengambilan keputusan nasisonal mengenai daerah, dapat
mengakomodir kepentingan daerah selain karena mendorong percepatan demokrasi,
pembangunan, dan kemajuan daerah.
b. Sebagai lembaga legislatif, DPD mermpunyai kewenangan di
bidang legislasi, anggaran, pengawasan, dan pertimbangan sseperti halnya DPR.
Hanya saja konstitusi menentukan kewenangan itu terbatas tidak sama dengan yang
dimiliki DPR. Di bidang legislasi, wewenang DPD adalah dapat mengajukan kepada
DPR; RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
4. Majelis Permusyawaratan Rakyat
a. Keberadaan MPR pasca perubahan UUD 1945 telah sangat jauh
berbeda dibanding sebelumnya. Kini MPR tidak lagi melaksanakan sepenuhnya
kedaulatan rakyat dan tidak lagi berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara
dengan kekuasaan yang sangat besar, termasuk memilih Presiden dan Wakil
Presiden.
b. Sekarang MPR menurut UUD 1945 adalah lembaga negara yang
mempunyai kewenangan pokok yang terbatas, yaitu :
• Mengubah dan menetapkan UUD
• Melantik Presiden dan/atau Wapres
• Memberhentikan Presiden dan/atau Wapres dalam masa
jabatannya menurut UUD
5. Badan Pemeriksa Keuangan
Melalui perubahan
konstitusi keberadaan BPK diperkukuh, antara lain ditegaskan tentang kebebasan
dan kemandirian BPK, suatu hal yang mutlak ada untuk sebuah lembaga negara yang
melaksanakan tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara. Hasil kerja BPK diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD serta
ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan atauu badan sesuai dengan UU. Untuk
memperkuat jangkauan wilayah pemeriksaan, BPK memiliki perwakilan di setiap
Propinsi.
6. Mahkamah Agung
Dalam perubahan UUD 1945 pengaturan mengenai MA lebih
diperbanyak lagi, antar lain ditentukan kewenangan MA adalah mengadili pada
tingkat kasasi, menguji peraturan perundang –undangan di bawah undang-undang
terhadap undang-undang, dan wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Selain itu juga mengatur rekrutmen hakim agung yang diusulkan KY kepada DPR
untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung
oleh Presiden.
7. Komisi Yudisial
Lembaga negara yang termasuk baru ini mempunyai ruang
lingkup tugas yang terkait erat dengan kekuasaan kehakiman (yudikatif). Tugas
utama KY adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang
lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan
perilaku hakim.
8. Mahkamah Konstitusi
Salah satu materi perubahan UUD 1945 adalah dibentuknya
lembaga baru MK. Pembentukan lembaga baru ini dimaksudkan sebagai pengawal
konstitusi untuk menjamin agar proses demokratisasi di Indonesia dapat berjalan
lancar dan sukses. Hal ini dilakukan melalui pelaksanaan tugas
konstitusionalnya yang diarahklan kepada terwujudnya penguatan checks and
balances antar cabang kekuasaan negara dan perlindungan dan jaminan pelaksanaan
hak-hak konstitusional warga negara sebagaimana telah diatur dalam UUD.
Kewenangan MK sbg Pengawal Konstitusi
a. Melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD
c. Memutus pembubaran partai politik
d. Memutus perselisihan hasil pemilihan umum
e. Memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianantan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau
pendapat bahwa Presiden dan/atau Wapres tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wapres.
Hubungaan Antar Lembaga Negara Pasca Amandemen UUD 1945
a. Hubungan yang bersifat Fungsional
b. Hubungan yang bersifat Pengawasan
c. Hubungan yang berkaitan dengan Penyelesaian Sengketa
d. Hubungan yang bersifat Pelaporan atau Pertanggungjawaban
Hubungan yang Bersifat Fungsional
a. Hubungan antara DPR/DPD dengan Presiden dalam membuat UU
dan APBN, juga untuk menyampaikan usul, pendapat, serta imunitas
b. Hubungan antara DPR dengan DPD dalam membuat peraturan
atau kebijakan yang berhubungan dengan otonomi daerah
c. Hubungan antara KY, DPR, dan Presiden dalam pengangkatan
hakim (dalam konteks memberikan rekomendasi)
d. BPK dengan lembaga negara lain ( terutama Presiden dan
Menteri-menteri) dalam penyelenggaraan keuangan lembaga-lembaga tersebut
e. KPU dengan Pemerintah dalam penyelenggaraan Pemilu
f. Komisi Hukum Nasional (KHN) dengan Presiden untuk memberikan
pendapat tentang kebijakan hukum dan masalah-masalah hukum serta membantu
Presiden sebagai penitia pengarah dalam mendesain pembaruan hokum
g. KPK dengan Kepolisian dan Kejaksaan Agung dalam melakukan
penyelidikan atas adanya dugaan korupsi
Hubungan yang Bersifat Pengawasan
a. Hubungan antara Presiden dengan DPR dalam melaksanakan
pemerintahan
b. Hubungan antara DPD dengan Pemerintah Pusat dan Daerah,
khususnya dalam pelaksanaan otonomi daerah
c. MA dengan Presiden, untuk menguji peraturan perundang-undangan
di bawah Undang-undang
d. MK dengan DPR/DPD dan Presiden ( sebagai pembentuk UU ),
untuk menguji konstitusionalitas UU
e. KPK dengan Pemerintah
f. Komisi Ombudsman Nasional dengan Pemerintah dan Aparatur
Pemerintah, Aparat Lembaga Negara serta lembaga penegak hukum dan peradilan,
dalam pelaksanaan pelayanan umum agar sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan
yang baik ( good governance)
Hubungan yang Berkaitan dengan Penyelesaian Sengketa
a. MK dengan lembaga-lembaga negara lain, untuk
menyelesaiakn sengketa kewenangan antar lembaga Negara
b. MK dengan penyelenggara pemilu untuk menyelesaikan
perselisihan hasil pemilu
Hubungan yang Bersifat Pelaporan atau Pertanggungjawaban
a. DPR/DPD dalam lembaga MPR dengan Presiden
b. DPR dengan komisi-komisi negara seperti Komnas HAM,
Komisi Ombudsman Nasional, KPK, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Komisi Anti
Kekerasan terhadap Perempuan
c. Presiden dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia
Kami telah menguraikan perubahan-perubahan mendasar sistem
ketatanegaraan kita pasca amandemen UUD 1945. Penerapan perubahan itu, baik
dalam merumuskan undang-undang pelaksanaanya, maupun penerapannya dalam
praktik, tidaklah mudah. Sebagian besar undang-undang pelaksanaannya, kecuali undang-undang
tentang kementerian negara seperti penjelasan kami, telah selesai disusun.
Namun, masih mengandung banyak kelemahan dan kekurangan, sehingga perlu untuk
terus-menerus disempurnakan. Kesulitan merumuskan undang-undang pelaksanaannya
itu, seringkali pula disebabkan oleh ketidakjelasan rumusan pasal-pasal UUD
1945 pasca amandemen. Bahasa yang digunakan kerapkali bukan bahasa hukum,
seperti istilah tindak pidana berat dan perbuatan tercela yang dapat dijadikan
sebagai alasan impeachment kepada Presiden dan Wakil Presiden. Sistematika
perumusan pasal-pasal juga menyulitkan penafsiran sistematis. Hal ini
disebabkan oleh keengganan MPR untuk menambah jumlah pasal UUD 1945, dan
merumuskan ulang seluruh hasil amandemen itu secara sistematis.
Tentu saja penerapan dan pelaksanaan sebuah undang-undang
dasar akan sangat dipengaruhi oleh situasi perkembangan zaman, serta kedewasaan
bernegara para pelaksananya. Adanya semangat para penyelenggara negara yang
benar-benar berjiwa kenegerawanan, sangatlah mutlak diperlukan untuk mengatasi
kekurangan dan kelemahan rumusan sebuah undang-undang dasar.
Tanpa itu, undang-undang dasar yang baik dan sempurna pun,
dapat diselewengkan ke arah yang berlawanan. Namun, apapun juga, amandemen
konstitusi itu telah terjadi, dan menjadi bagian sejarah perjalanan bangsa ke
depan. Kami hanya berharap, semoga
perubahan itu membawa perjalanan bangsa dan negara kita ke arah yang lebih
baik.
BAB IV
PEMILIHAN UMUM
4.1 Sistem Pemilihan Umum
Sistem
pemilu dikenal dua cara sistem pemilihan umum yakni :
1. Sistem
perwakilan distrik (single member constituency)
2. Sistem
perwakilan berimbang/proporsionil(multi member constituency)
Dalam pengertiannya sendiri mencakup kelebihan dan
kekurangan, yaitu:
1. Sistem
Perwakilan Distrik (1)
Sistem yang ditentukan atas
kesatuan geografis dimanasetiap geografis/distrik hanya memilih seorang wakil.
Jumlah distrik yang dibagi sama dengan jumlah anggotaparlemenSistem Perwakilan
Distrik (2)
·
Kelemahan:
- „
Kurang memperhatikan partai kecil/minoritas
- „
Kurang representatif karena calon yang kalah kehilangansuara pendukungnya
·
Kebaikan :
- „
Calon yang dipilih dikenal baik karena batas distrik
- „
Mendorong ke arah integrasi parpol, karena hanyamemperebutkan satu wakil
- „
Sederhana dan mudah dilaksanakan
- „
Berkurangnya parpol memudahkan pemerintahan yang lebihstabil (integrasi)
2. Sistem
Perwakilan Proporsional (1)
yaitu, Jumlah kursi yang diperoleh
sesuai denganjumlah suara yang diperoleh. Wilayah negara dibagi-bagi ke dalam
daerah-daerah tetapi batas-batasnya lebih besardaripada batas sistem
distrik.Kelebihan suara dari jatah satu kursi bisadikompensasikan dengan
kelebihan daerah lain. Terkadang, dikombinasikan dengan sistem daftar(list
system), dimana daftar calon disusunberdasarkan peringkat.
·
Kelemahan :
- „
Mempermudah fragmentasi dan timbulnya partai-partaibaru
- „Wakil
lebih terikat dan loyal dengan partai daripada rakyat atau daerah yang
diwakilinya
- „
Banyaknya partai bisa mempersulit terbentuknyapemerintah stabil
·
Kelebihan :
Setiap suara dihitung, dan yang
kalah suaranyadikompensasikan, sehingga tidak ada suara yang hilang.
Bagaimana Pengaturan Pemilu dalamUUD 1945 ?
„ Pasal 18 (3): Pemerintahan daerah provinsi,
daerah, kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihanumum.
„ Pasal 19 (1): Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dipilihmelalui pemilihan umum.
„ Pasal 22C (1): Anggota Dewan Perwakilan Daerah
dipilihdari setiap provinsi melalui pemilihan umum; (2) Anggota Dewan
Perwakilan Daerah dari setiap provinsi
jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan.
Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlahanggota Dewan Perwakilan
Rakyat.
„ Pasal 22E: PEMILU Pemilu dalam UU No. 10 Tahun
2008 (1)Tahapan penyelenggaraan Pemilu meliputi:
a. pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar
pemilih;
b. pendaftaran Peserta Pemilu;
c. penetapan Peserta Pemilu;
d. penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah
pemilihan;
e. pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
danDPRD kabupaten/kota;
f. masa kampanye;
g. masa tenang;
h. pemungutan dan penghitungan suara;
i. penetapan hasil Pemilu; dan
j.pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD,
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.Pemilu dalam UU No. 10 Tahun 2008 .
Pilpres dalam UUD 1945 (1)Pasal 6A:
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu
pasangan secara langsung oleh rakyat.
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
diusulkan olehpartai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihanumum
sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang
mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlahsuara dalam pemilihan
umum dengan sedikitnya dua puluhpersen suara di setiap provinsi yang tersebar
di lebih darisetengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadiPresiden
dan Wakil Presiden. Pilpres dalam UUD 1945 (2)Pasal 6
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan
WakilPresiden terpilih, dua pasangan calon yang memperolehsuara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan umumdipilih oleh rakyat secara langsung dan
pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagaiPresiden dan
Wakil Presiden.
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan
WakilPresiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.
Selain itu, ilmuwan / doktrin yang bernama Duverger
berpendapat, bahwa upaya mendorong penyederhanaan partai politik dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem distrik.Dengan penerapan sistem distrik
dapat mendorong ke arah integrasi partai-partai politik dan mendorong
penyederhanaan partai tanpa harus melakukan paksaan.Sementara dalam sistem
proporsional cenderung lebih mudah mendorong fragmentasi partai dan timbulnya
partai-partai politik baru. Sistem ini dianggap mempunyai akibat memperbanyak
jumlah partai (lihat kemenkumham) . Bangsa indonesia yang heterogen maka, sistem distrik belum dapat
dikatakan sebagai sistem pemilu yang efektif, mengapa? Karena hal itu cukup
sulit akan terjadinya golongan minoritas yang ada tida terakomodir dengan baik.
Sehingga yang terjadi sekarang yaitu, tetap menerapkan sistem proporsional
untuk Indonesia. Namun kekurangannya dari sistem ini yaitu salah satunya adalah
dapat bertambahnya jumlah partai yang mengikuti pemilu, sehingga akan dapat
menghasilkan perwakilan badan legislative ataupun lainnya yang kurang efektif.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem atau aturan, seperti halnya pada tahun
1999 dan 2004 menerapkan Electoral Threshold dan hasilnya dari
48 partai politik pada tahun 1999 menjadi hanya 24 parpol pada tahun 2004.
Electoral Threshold dalam UU No 12 tahun 2003 merupakan sebagai ambang batas
syarat angka perolehan suara untuk bisa mengikuti pemilu berikutnya. Pada pemilu 1999, Indonesia menerapkan electoral
threshold sebesar 2% dari suara sah nasional.Peserta pemilu yang lolos
berdasarkan perolehan suara ada enam partai. Dengan demikian, hanya keenem
partai yang berhak mengikuti Pemilu 2004, yakni PDI P, Golkar, PKB, PPP, PAN,
dan PBB, Pemilu 2004 menerapkan angka electoralthreshold menjadi 3% dari perolehan suara sah nasional (lihat
kemenkumham).Namun faktanya pada saat pemilu
terdapat 17 partai yang berada pada parlemen. Menurut Prof. Dr. Ryas rasyid
dalam pembahasan UU No. 10 Tahun 2008, mengatakan bahwa sistem yang terdapat
dalam pemilu yaitu parliamentary threshold yaitu syarat ambang batas perolehan suara parpol untuk
untuk bisa masuk ke parlemen.
Kesimpulannya adalah, dengan kondisi masyarakat
yang heterogen maka tetap melaksanakan sistem pemilu yang proporsional namun
dengan dilakukannya aturan atau sistem yang dapat membatasi melimpahnya partai
politik, yang dapat menghambat keefektifan dalam menjalankan proses
pemerintahan sebagai negara yang berkedaulatan rakyat.Seperti yang telah
dikatakan diawal, dalam negara yang berbentuk demokrasi, maka harus terdapat
partai politik.Karena Partai politik pada pokoknya memiliki kedudukan dan
peranan yang sengat penting dalam setiap sistem demokrasi.partai politik
merupakan sarana penyalur atau penghubung antara pemerintah sebagai wakil
rakyat dengan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.System kepartaian
yang digunakan Indonesia saat ini adalah system multi partai, yang didorong
karena keanekaragaman budaya politik masyarakat.Perbedaan ras, agama, dan suku
bangsa mendorong golongan-golongan masyarakat untuk lebih cenderung menyalurkan
ikatan-ikatan terbatasnya dalam suatu wadah
yang kecil (partai).
System partai ini sesuai dengan keadaan Indonesia
yang beraneka ragam. Tetapi perlu diperhatikan pula pertumbuhan partai maupun
partai yang sudah ada, harus diusahakan tidak terlalu banyak karena bila
terlalu banyak, tidak akan efektif untuk pemerintahan (terlalu banyak partai,
terlalu banyak koalisi, maka terlalu banyak kepentingan yang dibawa partai,
sehingga kadang kepentingan rakyat akan dikalahkan oleh kepentingan
–kepentingan partai tsb).System kepartaian yang lebih efektif sebenarnya adalah
system dwi partai, tetapi agaknya sulit untuk diterapkan di Indonesia.
Dalam kajiannya Sistem multipartai (sistem banyak
partai) adalah suatu sistem manakala mayoritas mutlak dalam lembaga perwakilan
rakyatnya dibentuk atas krajasama dari dua kekuatan atau lebih atau
eksekutifnya bersifat heterogen. Sistem multipartai ini tumbuh disebabkan oleh
dua hal yaitu:
1) Kebebasan
yang tanpa restriksi untuk membentuk partai-partai politik, seperti halnya di
Indonesia setelah adanya Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945.
2) Dipakainya
sistem pemilihan umum yang proporsionil.
Jadi, sistem multipartai serta sistem pemilu
proporsional merupakan sistem yang tepat untuk bangsa Indonesia yang heterogen,
Karena multipartai maka dipakailah suatu sistem pemilu yang proporsional.
4.2 Pemilu-Pemilu di Indonesia
a)
Asas Pemilu Indonesia
Pemilihan umum
di Indonesia menganut asas "Luber" yang merupakan singkatan dari
"Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada
sejak zaman orde baru
1.
Langsung
berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh
diwakikan.
2.
Umum berarti
pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak
menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa
ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan
oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
3.
Bebas berarti pemilih
diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
4.
Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih
bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
Kemudian di era
reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari
"Jujur dan Adil".
1.
Asas jujur
mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan
untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih
sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama
untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih.
2.
Asas adil
adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada
pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu.
Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu,
tetapi juga penyelenggara pemilu.
b) Penentuan untuk jumlah kursi dalam
partai politik
Pada
umumnya di seluruh dunia hampir sama untuk menentukan jumlah kursi untuk satu
partai politik. Maka rumus sebagai berikut:
- Langkah pertama
- Keterangan:
- x adalah Jumlah suara sah yang
tersedia
- y adalah Jumlah kursi yang
ditetapkan yang tersedia
- a adalah hasil bilangan
pemilih
Aturan
pembulatan adalah satu di belakang koma.Dalam koma jika angka maksimal lima
berarti hasil bilangan pemilih tetap sedangkan lebih dari lima berarti hasil
bilangan pemilih tetap harus ditambah satu angka.
2.
Langkah kedua
- Keterangan:
- b adalah Jumlah suara sah yang
diraih setiap partai
- z adalah Jumlah kursi yang
diraih setiap partai
Aturan
pembulatan adalah satu di belakang koma.Dalam koma jika angka maksimal lima
berarti tidak tambah jumlah kursi sedangkan lebih dari lima berarti jumlah
kursi harus ditambah satu angka.
Contoh
hasil pemilu
#
|
Partai
|
Jumlah
suara
|
Jumlah
kursi
|
|||||
dalam
angka
|
%
(asli)
|
%
(pembulatan)
|
dalam
angka (asli)
|
dalam
angka (pembulatan 1)
|
dalam
angka (pembulatan 2)
|
%
|
||
1
|
partai
F
|
30
|
31.25
|
31.3
|
6.25
|
6
|
6
|
30
|
2
|
partai
N
|
19
|
19.79166667
|
19.8
|
3.958333333
|
3
|
4
|
20
|
3
|
partai
J
|
8
|
8.333333333
|
8.3
|
1.666666667
|
1
|
2
|
10
|
4
|
partai
A
|
7
|
7.291666667
|
7.3
|
1.458333333
|
1
|
2
|
10
|
5
|
partai
C
|
7
|
7.291666667
|
7.3
|
1.458333333
|
1
|
2
|
10
|
6
|
partai
K
|
5
|
5.208333333
|
5.2
|
1.041666667
|
1
|
1
|
5
|
7
|
partai
E
|
5
|
5.208333333
|
5.2
|
1.041666667
|
1
|
1
|
5
|
8
|
partai
M
|
4
|
4.166666667
|
4.2
|
0.833333333
|
0
|
1
|
5
|
9
|
partai
B
|
3
|
3.125
|
3.2
|
0.625
|
0
|
1
|
5
|
10
|
partai
I
|
2
|
2.083333333
|
2.1
|
0.416666667
|
0
|
0
|
0
|
11
|
partai
O
|
2
|
2.083333333
|
2.1
|
0.416666667
|
0
|
0
|
0
|
12
|
partai
G
|
1
|
1.041666667
|
1
|
0.208333333
|
0
|
0
|
0
|
13
|
partai
H
|
1
|
1.041666667
|
1
|
0.208333333
|
0
|
0
|
0
|
14
|
partai
L
|
1
|
1.041666667
|
1
|
0.208333333
|
0
|
0
|
0
|
15
|
partai
D
|
1
|
1.041666667
|
1
|
0.208333333
|
0
|
0
|
0
|
Total
suara sah
|
96
|
100
|
100
|
20
|
14
|
20
|
100
|
|
Suara
tidak sah
|
1
|
|||||||
Golput/Abstain/Tidak
suara
|
3
|
|||||||
Total
seluruh suara
|
100
|
Keterangan
Data
resmi multak
- Misalkan
jumlah penetapan kursi yang ditetapkan KPU atau UU adalah 20 kursi.
- Hasil
bilangan pemilih adalah 4.8.
Cara penghitungan suara untuk jatah kursi
- Pertama:
96 dibagi 20 adalah 4.8 sebagai hasil bilangan pemilih.
- Kedua:
30 dibagi 4.8 adalah 6.25.
- Ketiga:
Pembulatan dilakukan sesuai dengan aturan partai politik.
Nilai Mayoritas dan Minoritas
Jumlah suara sah untuk duduk parlemen
|
Jumlah suara sah untuk hak mengubah UU
|
Status
|
x > 50%
|
x ≥ 66,7%
|
Mayoritas multak
|
x > 50%
|
50% < x ≥ 66,7%
|
Mayoritas
|
x ≤ 50%
|
x ≤ 50%
|
Minoritas (lihat pembentukan koalisi)
|
Keterangan: x adalah jumlah suara
yang diraih oleh setiap partai.
Contoh
Mayoritas
Multak
#
|
Partai
|
Jumlah suara sah
|
1
|
Partai C
|
70%
|
2
|
Partai B
|
25%
|
3
|
Partai A
|
5%
|
Mayoritas
Partai
|
Jumlah suara sah
|
|
1
|
Partai C
|
60%
|
Partai
|
Jumlah suara sah
|
1. Partai
B
|
25%
|
2. Partai
A
|
15%
|
Pembentukan Koalisi
Pembentukan koalisi terjadi jika
partai pemenang tidak mampu meraih jumlah suara lebih dari 50%.Ada 2
kemungkinan yang dianggap sebagai mayoritas koalisi.
Pemenang & koalisi
|
Juara 2 & koalisi
|
Hak Mayoritas
|
x > 50%
|
x < 50%
|
Pemenang & koalisi
|
x < 50%
|
x > 50%
|
Juara 2 & koalisi
|
Keterangan: x adalah jumlah suara
yang diraih oleh pembentukan koalisi.
#
|
Partai
|
Jumlah
suara sah
|
1
|
partai F
|
31.3
|
2
|
partai
N
|
19.8
|
3
|
partai
J
|
8.3
|
4
|
partai A
|
7.3
|
5
|
partai
C
|
7.3
|
6
|
partai K
|
5.2
|
7
|
partai
E
|
5.2
|
8
|
partai
M
|
4.2
|
9
|
partai B
|
3.2
|
10
|
partai
I
|
2.1
|
11
|
partai
O
|
2.1
|
12
|
partai G
|
1
|
13
|
partai H
|
1
|
14
|
partai L
|
1
|
15
|
partai D
|
1
|
Contoh
Jika jumlah yang diberikan warna
biru adalah 51% sedangkan tanpa diberi warna biru adalah 49% maka posisi pemenang&koalisi sebagai
mayoritas koalisi.
#
|
Partai
|
Jumlah suara sah
|
1
|
partai F
|
31.3
|
2
|
partai N
|
19.8
|
3
|
partai J
|
8.3
|
4
|
partai A
|
7.3
|
5
|
partai C
|
7.3
|
6
|
partai K
|
5.2
|
7
|
partai E
|
5.2
|
8
|
partai M
|
4.2
|
9
|
partai B
|
3.2
|
10
|
partai I
|
2.1
|
11
|
partai O
|
2.1
|
12
|
partai G
|
1
|
13
|
partai H
|
1
|
14
|
partai L
|
1
|
15
|
partai D
|
1
|
Jika jumlah yang
diberikan warna biru adalah 49% sedangkan tanpa diberi warna biru adalah 51%
maka posisi juara 2&koalisi sebagai mayoritas koalisi
1. Peserta
Pemilu Anggota DPR dan DPRD
Peserta Pemilu untuk memilih
anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah partai politik,
yaitu Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu terakhir yang memenuhi ambang
batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional ditetapkan sebagai
Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu berikutnya. Partai politik yang tidak
memenuhi ambang batas perolehan suara pada Pemilu sebelumnya atau partai
politik baru dapat menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan:
a.
berstatus
badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik;
b.
memiliki
kepengurusan di seluruh provinsi;
c.
memiliki
kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi
yang bersangkutan;
d.
memiliki
kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang
bersangkutan;
e.
menyertakan
sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada
kepengurusan partai politik tingkat pusat;
f.
memiliki
anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu perseribu)
dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada
huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota;
g.
mempunyai
kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu;
h.
mengajukan
nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada KPU; dan
i.
menyerahkan
nomor rekening dana Kampanye Pemilu atas nama partai politik kepada KPU.
2. Nama
dan Lambang Partai Politik
Nama, lambang, dan/atau tanda gambar partai politik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) UU NO. 8 TAHUN 2012 huruf h harus
memenuhi ketentuan berupa, dilarang sama dengan:
a.
bendera
atau lambang negara Republik Indonesia;
b.
lambang
lembaga negara atau lambang pemerintah;
c.
nama,
bendera, atau lambang negara lain atau lembaga/badan internasional;
d.
nama,
bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang;
e.
nama
atau gambar seseorang; atau
f.
yang
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang,
dan/atau tanda gambar partai politik
lain.
3. Peserta
Pemilu Anggota DPD
Peserta Pemilu Anggota DPD Pasal 11) UU NO.8 TAHUN
2012 Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.Perseorangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11) UU NO. 8 TAHUN 2012 dapat menjadi Peserta
Pemilu setelah memenuhi persyaratan:
a.
Warga
Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih;
b.
bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
bertempat
tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d.
cakap
berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia;
e.
berpendidikan
paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah
kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau pendidikan lain yang sederajat;
f.
setia
kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
g.
tidak
pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
h.
sehat
jasmani dan rohani;
i.
terdaftar
sebagai Pemilih;
j.
bersedia
bekerja penuh waktu;
k.
mengundurkan
diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota
Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,
direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara
dan/atau badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber
dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak
dapat ditarik kembali;
l.
bersedia
untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris,
pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia
barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain
yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak
sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
m.
bersedia
untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi,
komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau
badan usaha milik daerah serta badan lain yang anggarannya bersumber dari
keuangan negara;
n.
mencalonkan
hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan;
o.
mencalonkan
hanya di 1 (satu) daerah pemilihan; dan
p.
mendapat
dukungan minimal dari Pemilih di daerah pemilihan yang bersangkutan.
4. Persyaratan
Dukungan
Persyaratan dukungan minimal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf p UU NO. 8 TAHUN 2012 meliputi:
a.
provinsi
yang berpenduduk sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang harus mendapatkan
dukungan dari paling sedikit 1.000 (seribu) Pemilih;
b.
provinsi
yang berpenduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 5.000.000 (lima
juta) orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit 2.000 (dua ribu)
Pemilih;
c.
provinsi
yang berpenduduk lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 10.000.000
(sepuluh juta) orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit 3.000 (tiga
ribu) Pemilih;
d.
provinsi
yang berpenduduk lebih dari 10.000.000 (sepuluh juta) sampai dengan 15.000.000
(lima belas juta) orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit 4.000
(empat ribu) Pemilih; dan
e.
provinsi
yang berpenduduk lebih dari 15.000.000 (lima belas juta) orang harus
mendapatkan dukungan dari paling sedikit 5.000 (lima ribu) Pemilih.
Dukungan tersebar di paling sedikit 50% (lima puluh
persen) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.
5. Persyaratan
Pendukung
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) UU NO.8 TAHUN 2012 dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi
tanda tangan atau cap jempol jari tangan dan dilengkapi fotokopi kartu tanda
penduduk setiap pendukung. Seorang pendukung tidak dibolehkan memberikan
dukungan kepada lebih dari satu orang calon anggota DPD serta melakukan
perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang, dengan memaksa, dengan
menjanjikan atau dengan memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh
dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu. Dukungan yang diberikan
kepada lebih dari satu orang calon anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) UU NO.8 TAHUN 2012 dinyatakan batal.Jadwal waktu pendaftaran Peserta Pemilu
anggota DPD ditetapkan oleh KPU.
6. Pendaftaran
Partai Politik sebagai Calon Peserta Pemilu
Partai politik dapat menjadi
Peserta Pemilu dengan mengajukan pendaftaran untuk menjadi calon Peserta Pemilu
kepada KPU.kemudian diajukan dengan surat yang ditandatangani oleh ketua umum
dan sekretaris jenderal atau sebutan lain pada kepengurusan pusat partai
politik yang dilengkapi dengan dokumen persyaratan yang lengkap. Jadwal waktu
pendaftaran Partai Politik Peserta Pemilu ditetapkan oleh KPU paling lambat 20
(dua puluh) bulan sebelum hari pemungutan suara.
Dokumen persyaratan yang dimaksud meliputi:
a.
Berita
Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa partai politik tersebut
terdaftar sebagai badan hukum;
b.
keputusan
pengurus pusat partai politik tentang pengurus tingkat provinsi dan pengurus
tingkat kabupaten/kota;
c.
surat
keterangan dari pengurus pusat partai politik tentang kantor dan alamat tetap
pengurus tingkat pusat, pengurus tingkat provinsi, dan pengurus tingkat
kabupaten/kota;
d.
surat
keterangan dari pengurus pusat partai politik tentang penyertaan keterwakilan
perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e.
surat
keterangan tentang pendaftaran nama, lambang, dan/atau tanda gambar partai
politik dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi manusia;
f.
bukti
keanggotaan partai politik paling sedikit 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000
(satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada setiap kabupaten/kota;
g.
bukti
kepemilikan nomor rekening atas nama partai politik; dan
h.
salinan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
7. Verifikasi
Partai Politik Calon Peserta Pemilu
KPU melakukan
verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran persyaratan harus selesai
dilaksanakan paling lambat 15 (lima belas) bulan sebelum hari pemungutan suara.
Penetapan Partai Politik sebagai Peserta Pemilu.Partai politik ditetapkan
sebagai Peserta Pemilu dengan melampirkan dokumen persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf g,
dan huruf h UU NO. 8 TAHUN 2012
sertadilengkapi dengan surat keterangan memenuhi ambang batas perolehan
suara DPR dari jumlah suara sah secara nasional pada Pemilu sebelumnya dan
perolehan kursi di DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari KPU. Partai
politik calon Peserta Pemilu yang lulus verifikasi ditetapkan sebagai Peserta
Pemilu oleh KPU. Penetapan partai politik sebagai Peserta Pemilu dilakukan
dalam sidang pleno KPU.Penetapan nomor urut partai politik sebagai Peserta
Pemilu dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU terbuka dan dihadiri oleh
wakil seluruh Partai Politik Peserta Pemilu.Hasil penetapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diumumkan oleh KPU.
8. Bawaslu
Bawaslu, Bawaslu
Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas pelaksanaan
verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu yang dilaksanakan oleh KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Dalam hal Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan
Panwaslu Kabupaten/Kota menemukan kesengajaan atau kelalaian yang dilakukan
oleh anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam melaksanakan
verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sehingga merugikan atau
menguntungkan partai politik calon Peserta Pemilu, maka Bawaslu, Bawaslu
Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan temuan tersebut kepada KPU,
KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan
Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
ditindaklanjuti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
4.4 Sejarah PEMILU
PEMILIHAN
umum (pemilu) merupakan salah satu mekanisme demokratis untuk melakukan
pergantian pemimpin.Sudah sembilan kali bangsa Indonesia menyelenggarakan pesta
rakyat itu.Pemilu di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota
lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Setelah
amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden
(pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung
oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres
sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004.Pada 2007,
berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim
pemilu.Di tengah masyarakat, istilah pemilu lebih sering merujuk kepada pemilu
legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun
sekali.
Tahun 1955
Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia.Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun.Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo.Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih.Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan.Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante.Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo.Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis.Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.
Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkompetisi secara sehat.Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu dengan segala cara. Karena pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan, yaitu memilih anggota DPR dan memilih anggota Dewan Konstituante, maka hasilnya pun perlu dipaparkan semuanya.
Periode Demokrasi Terpimpin.
Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan pemilu kedua lima tahun berikutnya, meskipun pada 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II. Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang diperkuat angan-angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di Indonesia, yang meminjam istilah Prof Ismail Sunny-- sebagai kekuasaan negara bukan lagi mengacu kepada democracy by law, tetapi democracy by decree.
Otoriterianisme pemerintahan Presiden Soekarno makin jelas ketika pada 4 Juni 1960 ia membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak dengan senjata Dekrit 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat presiden.
Pengangkatan keanggotaan MPR dan DPR, dalam arti tanpa pemilihan, memang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Karena UUD 1945 tidak memuat klausul tentang tata cara memilih anggota DPR dan MPR. Tetapi, konsekuensi pengangkatan itu adalah terkooptasinya kedua lembaga itu di bawah presiden.Padahal menurut UUD 1945, MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi, sedangkan DPR neben atau sejajar dengan presiden.
Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu.
Malah pada 1963 MPRS yang anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya, sebagai presiden seumur hidup.Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala.
Pemilu 1971
Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971.
Sebagai pejabat presiden Pak Harto tetap menggunakan MPRS dan DPR-GR bentukan Bung Karno, hanya saja ia melakukan pembersihan lembaga tertinggi dan tinggi negara tersebut dari sejumlah anggota yang dianggap berbau Orde Lama.
Pada praktiknya pemilu kedua baru bisa diselenggarakan 5 Juli 1971, yang berarti setelah empat tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.
UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah bersama DPR GR menyelesaikan UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU Nomor 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu hampir tiga tahun.
Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral.Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal.Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar.Jadi sesungguhnya pemerintah pun merekayasa ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu.
Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demiki-an lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma.
Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini dalam hal ada partai yang melakukan stembus accoord.Tetapi di daerah pemilihan yang tidak terdapat partai yang melakukan stembus acccord, pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pembagian kursi pada Pemilu 1971 adalah sebagai berikut.Pertama, suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah pemilihan.Tahap kedua, apabila ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara partai-partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengan kiesquotient.Pada tahap berikutnya apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing satu kursi diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa suara partai yang melakukan stembus accoord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua.
Tahun 1955
Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia.Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun.Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo.Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih.Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan.Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante.Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo.Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis.Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.
Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkompetisi secara sehat.Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu dengan segala cara. Karena pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan, yaitu memilih anggota DPR dan memilih anggota Dewan Konstituante, maka hasilnya pun perlu dipaparkan semuanya.
Periode Demokrasi Terpimpin.
Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan pemilu kedua lima tahun berikutnya, meskipun pada 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II. Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang diperkuat angan-angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di Indonesia, yang meminjam istilah Prof Ismail Sunny-- sebagai kekuasaan negara bukan lagi mengacu kepada democracy by law, tetapi democracy by decree.
Otoriterianisme pemerintahan Presiden Soekarno makin jelas ketika pada 4 Juni 1960 ia membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak dengan senjata Dekrit 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat presiden.
Pengangkatan keanggotaan MPR dan DPR, dalam arti tanpa pemilihan, memang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Karena UUD 1945 tidak memuat klausul tentang tata cara memilih anggota DPR dan MPR. Tetapi, konsekuensi pengangkatan itu adalah terkooptasinya kedua lembaga itu di bawah presiden.Padahal menurut UUD 1945, MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi, sedangkan DPR neben atau sejajar dengan presiden.
Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu.
Malah pada 1963 MPRS yang anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya, sebagai presiden seumur hidup.Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala.
Pemilu 1971
Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971.
Sebagai pejabat presiden Pak Harto tetap menggunakan MPRS dan DPR-GR bentukan Bung Karno, hanya saja ia melakukan pembersihan lembaga tertinggi dan tinggi negara tersebut dari sejumlah anggota yang dianggap berbau Orde Lama.
Pada praktiknya pemilu kedua baru bisa diselenggarakan 5 Juli 1971, yang berarti setelah empat tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.
UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah bersama DPR GR menyelesaikan UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU Nomor 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu hampir tiga tahun.
Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral.Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal.Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar.Jadi sesungguhnya pemerintah pun merekayasa ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu.
Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demiki-an lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma.
Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini dalam hal ada partai yang melakukan stembus accoord.Tetapi di daerah pemilihan yang tidak terdapat partai yang melakukan stembus acccord, pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pembagian kursi pada Pemilu 1971 adalah sebagai berikut.Pertama, suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah pemilihan.Tahap kedua, apabila ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara partai-partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengan kiesquotient.Pada tahap berikutnya apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing satu kursi diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa suara partai yang melakukan stembus accoord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua.
Apabila
tidak ada partai yang melakukan stembus accoord, maka setelah pembagian
pertama, sisa kursi dibagikan langsung kepada partai yang memiliki sisa suara
terbesar.
Namun demikian, cara pembagian kursi dalam Pemilu 1971 menyebabkan tidak selarasnya hasil perolehan suara secara nasional dengan perolehan keseluruhan kursi oleh suatu partai. Contoh paling gamblang adalah bias perolehan kursi antara PNI dan Parmusi.PNI yang secara nasional suaranya lebih besar dari Parmusi, akhirnya memperoleh kursi lebih sedikit dibandingkan Parmusi.
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 (ORDE BARU)
Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun.Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan.Satu hal yang nyata perbedaannya dengan pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar.Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar.Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi.
Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971.Keadaan ini secara langsung dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar.Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer.Berikut ini dipaparkan hasil dari 5 kali Pemilu tersebut secara berturut-turut.
Namun demikian, cara pembagian kursi dalam Pemilu 1971 menyebabkan tidak selarasnya hasil perolehan suara secara nasional dengan perolehan keseluruhan kursi oleh suatu partai. Contoh paling gamblang adalah bias perolehan kursi antara PNI dan Parmusi.PNI yang secara nasional suaranya lebih besar dari Parmusi, akhirnya memperoleh kursi lebih sedikit dibandingkan Parmusi.
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 (ORDE BARU)
Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun.Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan.Satu hal yang nyata perbedaannya dengan pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar.Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar.Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi.
Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971.Keadaan ini secara langsung dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar.Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer.Berikut ini dipaparkan hasil dari 5 kali Pemilu tersebut secara berturut-turut.
Hasil
Pemilu 1977
Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977.Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971.Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi.Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP.Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar. PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5.
PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik.
Hasil Pemilu 1982
Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982.Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh.Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242 kursi.
Hasil Pemilu 1987
Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan 23 April 1987 secara serentak di seluruh tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah mencapai 85.869.816 atau 91,32 persen. Cara pembagian kursi juga tidak berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya.
Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka'bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI, yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987 ini.
Hasil Pemilu 1997
Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1992. Pemungutan suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997.Hasilnya menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali ini Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya.
PPP juga menikmati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 persen. Begitu pula untuk perolehan kursi.Pada Pemilu 1997 ini PPP meraih 89 kursi atau meningkat 27 kursi dibandingkan Pemilu 1992.Dukungan terhadap partai itu di Jawa sangat besar.
Sedangkan PDI, yang mengalami konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dengan Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu, perolehan suaranya merosot 11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45 kursi di DPR dibandingkan Pemilu 1992.
Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977.Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971.Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi.Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP.Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar. PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5.
PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik.
Hasil Pemilu 1982
Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982.Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh.Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242 kursi.
Hasil Pemilu 1987
Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan 23 April 1987 secara serentak di seluruh tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah mencapai 85.869.816 atau 91,32 persen. Cara pembagian kursi juga tidak berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya.
Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka'bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI, yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987 ini.
Hasil Pemilu 1997
Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1992. Pemungutan suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997.Hasilnya menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali ini Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya.
PPP juga menikmati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 persen. Begitu pula untuk perolehan kursi.Pada Pemilu 1997 ini PPP meraih 89 kursi atau meningkat 27 kursi dibandingkan Pemilu 1992.Dukungan terhadap partai itu di Jawa sangat besar.
Sedangkan PDI, yang mengalami konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dengan Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu, perolehan suaranya merosot 11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45 kursi di DPR dibandingkan Pemilu 1992.
Pemilu
1999
Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti.Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie.
Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru.
Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebelum menyelenggarakan pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu, dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti.Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie.
Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru.
Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebelum menyelenggarakan pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu, dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Ketiga draf UU ini disiapkan sebuah tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang diketuai oleh Prof Dr M Ryaas Rasyid (Rektor IIP Depdagri, Jakarta).
Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah.
Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti banyak sekali peserta.
Ini
dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik.Peserta
Pemilu kali ini adalah 48 partai.Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM,
yakni 141 partai.
Inilah 48 partai politik yang ikut pemilu tahun 1999
:
1. Partai
Indonesia Baru
2. Partai
Kristen Nasional Indonesia
3. Partai
Nasional Indonesia – Supeni
4. Partai
Aliansi Demokrat Indonesia
5. Partai
Kebangkitan Muslim Indonesia
6. Partai Ummat
Islam
7. Partai
Kebangkitan Ummat
8. Partai
Masyumi Baru
9. Partai
Persatuan Pembangunan
10. Partai Syarikat Islam Indonesia
11. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
12. Partai Abul Yatama
13. Partai Kebangsaan Merdeka
14. Partai Demokrasi Kasih Bangsa
15. Partai Amanat Nasional
16. Partai Rakyat Demokratik
17. Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
18. Partai Katolik Demokrat
19. Partai Pilihan Rakyat
20. Partai Rakyat Indonesia
21. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
22. Partai Bulan Bintang
23. Partai Solidaritas Pekerja
24. Partai Keadilan
25. Partai Nahdlatul Ummat
26. Partai Nasional Indonesia – Front Marhaenis
27. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
28. Partai Republik
29. Partai Islam Demokrat
30. Partai Nasional Indonesia – Massa Marhaen
31. Partai Musyawarah Rakyat Banyak
32. Partai Demokrasi Indonesia
33. Partai Golongan Karya
34. Partai Persatuan
35. Partai Kebangkitan Bangsa
36. Partai Uni Demokrasi Indonesia
37. Partai Buruh Nasional
38. Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
39. Partai Daulat Rakyat
40. Partai Cinta Damai
41. Partai Keadilan dan Persatuan
42. Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
43. Partai Nasional Bangsa Indonesia
44. Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
45. Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
46. Partai Nasional Demokrat
47. Partai Ummat Muslimin Indonesia
48. Partai Pekerja Indonesia
Dalam sejarah Indonesia tercatat, bahwa setelah pemerintahan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, pemerintahan reformasi inilah yang mampu menyelenggarakan pemilu lebih cepat setelah proses alih kekuasaan. Burhanuddin Harahap berhasil menyelenggarakan pemilu hanya sebulan setelah menjadi perdana menteri menggantikan Ali Sastroamidjojo, meski persiapan-persiapannya sudah dijalankan juga oleh pemerintahan sebelumnya.
Habibie menyelenggarakan pemilu setelah 13 bulan sejak dia naik ke kekuasaan, meski persoalan yang dihadapi Indonesia bukan hanya krisis politik, tetapi yang lebih parah adalah krisis ekonomi, sosial, dan penegakan hukum serta tekanan internasional.
Hasil Pemilu 1999
Meskipun masa persiapannya tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu 1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal, yakni tanggal 7 Juni 1999. Tidak seperti yang diprediksikan dan dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya, ternyata Pemilu 1999 bisa terlaksana dengan damai, tanpa ada kekacauan yang berarti. Hanya di beberapa daerah tingkat II di Sumatra Utara yang pelaksanaan pemungutan suaranya terpaksa diundur suara satu pekan.Itu pun karena adanya keterlambatan atas datangnya perlengkapan pemungutan suara.
Tetapi tidak seperti pada pemungutan suara yang berjalan lancar, tahap penghitungan suara dan pembagian kursi pada pemilu kali ini sempat menghadapi hambatan.Pada tahap penghitungan suara, 27 partai politik menolak menandatangani berita acara perhitungan suara dengan dalih pemilu belum jurdil (jujur dan adil).Sikap penolakan tersebut ditunjukkan dalam sebuah rapat pleno KPU.
Ke-27
partai tersebut adalah sebagai berikut:
Partai
yang Tidak Menandatangani Hasil Pemilu 1999.Nomor Nama Partai
1. Partai Keadilan
2. PNU
3.PBI
4.PDI
5.Masyumi
6.PNI Supeni
7.Krisna
8. Partai KAMI
9. PKD
10. PAY
11. Partai MKGR
12. PIB
13. Partai SUNI
14. PNBI
15.PUDI
16.PBN
17.PKM
18.PND
19 PADI
20.PRD
21.PPI
22.PID
23.Murba
24.SPSI
25.PUMI
26 PSP
27.PARI
Karena ada penolakan, dokumen rapat KPU kemudian diserahkan pimpinan KPU kepada presiden.Oleh presiden hasil rapat dari KPU tersebut kemudian diserahkan kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu).Panwaslu diberi tugas untuk meneliti keberatan-keberatan yang diajukan wakil-wakil partai di KPU yang berkeberatan tadi.Hasilnya, Panwaslu memberikan rekomendasi bahwa pemilu sudah sah.Lagipula mayoritas partai tidak menyertakan data tertulis menyangkut keberatan-keberatannya.Presiden kemudian juga menyatakan bahwa hasil pemilu sah.Hasil final pemilu baru diketahui masyararakat pada 26 Juli 1999.
Setelah disahkan oleh presiden, PPI (Panitia Pemilihan Indonesia) langsung melakukan pembagian kursi.Pada tahap ini juga muncul masalah.Rapat pembagian kursi di PPI berjalan alot.Hasil pembagian kursi yang ditetapkan Kelompok Kerja PPI, khususnya pembagian kursi sisa, ditolak oleh kelompok partai Islam yang melakukan stembus accoord.
Hasil Kelompok Kerja PPI menunjukkan, partai Islam yang melakukan stembus accoord hanya mendapatkan 40 kursi.Sementara Kelompok stembus accoord 8 partai Islam menyatakan bahwa mereka berhak atas 53 dari 120 kursi sisa.
1. Partai Keadilan
2. PNU
3.PBI
4.PDI
5.Masyumi
6.PNI Supeni
7.Krisna
8. Partai KAMI
9. PKD
10. PAY
11. Partai MKGR
12. PIB
13. Partai SUNI
14. PNBI
15.PUDI
16.PBN
17.PKM
18.PND
19 PADI
20.PRD
21.PPI
22.PID
23.Murba
24.SPSI
25.PUMI
26 PSP
27.PARI
Karena ada penolakan, dokumen rapat KPU kemudian diserahkan pimpinan KPU kepada presiden.Oleh presiden hasil rapat dari KPU tersebut kemudian diserahkan kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu).Panwaslu diberi tugas untuk meneliti keberatan-keberatan yang diajukan wakil-wakil partai di KPU yang berkeberatan tadi.Hasilnya, Panwaslu memberikan rekomendasi bahwa pemilu sudah sah.Lagipula mayoritas partai tidak menyertakan data tertulis menyangkut keberatan-keberatannya.Presiden kemudian juga menyatakan bahwa hasil pemilu sah.Hasil final pemilu baru diketahui masyararakat pada 26 Juli 1999.
Setelah disahkan oleh presiden, PPI (Panitia Pemilihan Indonesia) langsung melakukan pembagian kursi.Pada tahap ini juga muncul masalah.Rapat pembagian kursi di PPI berjalan alot.Hasil pembagian kursi yang ditetapkan Kelompok Kerja PPI, khususnya pembagian kursi sisa, ditolak oleh kelompok partai Islam yang melakukan stembus accoord.
Hasil Kelompok Kerja PPI menunjukkan, partai Islam yang melakukan stembus accoord hanya mendapatkan 40 kursi.Sementara Kelompok stembus accoord 8 partai Islam menyatakan bahwa mereka berhak atas 53 dari 120 kursi sisa.
Perbedaan
pendapat di PPI tersebut akhirnya diserahkan kepada KPU.Di KPU perbedaan
pendapat itu akhirnya diselesaikan melalui voting dengan dua opsi.Opsi pertama,
pembagian kursi sisa dihitung dengan memperhatikan suara stembus accoord,
sedangkan opsi kedua pembagian tanpa stembus accoord.Hanya 12 suara yang
mendukung opsi pertama, sedangkan yang mendukung opsi kedua 43 suara. Lebih
dari 8 partai walk out. Ini berarti bahwa pembagian kursi dilakukan tanpa
memperhitungkan lagi stembus accoord.
Berbekal keputusan KPU tersebut, PPI akhirnya dapat melakukan pembagian kursi hasil pemilu pada 1 September 1999. Hasil pembagian kursi itu menunjukkan, lima partai besar memborong 417 kursi DPR atau 90,26 persen dari 462 kursi yang diperebutkan.
Sebagai pemenangnya adalah PDI-P yang meraih 35.689.073 suara atau 33,74 persen dengan perolehan 153 kursi. Golkar memperoleh 23.741.758 suara atau 22,44 persen sehingga mendapatkan 120 kursi atau kehilangan 205 kursi dibanding Pemilu 1997. PKB dengan 13.336.982 suara atau 12,61 persen, mendapatkan 51 kursi. PPP dengan 11.329.905 suara atau 10,71 persen, mendapatkan 58 kursi atau kehilangan 31 kursi dibanding Pemilu 1997. PAN meraih 7.528.956 suara atau 7,12 persen, mendapatkan 34 kursi. Di luar lima besar, partai lama yang masih ikut, yakni PDI merosot tajam dan hanya meraih 2 kursi dari pembagian kursi sisa, atau kehilangan 9 kursi dibanding Pemilu 1997.
Pemilu 2004
Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui Presiden).Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) -- pada pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.
Berbekal keputusan KPU tersebut, PPI akhirnya dapat melakukan pembagian kursi hasil pemilu pada 1 September 1999. Hasil pembagian kursi itu menunjukkan, lima partai besar memborong 417 kursi DPR atau 90,26 persen dari 462 kursi yang diperebutkan.
Sebagai pemenangnya adalah PDI-P yang meraih 35.689.073 suara atau 33,74 persen dengan perolehan 153 kursi. Golkar memperoleh 23.741.758 suara atau 22,44 persen sehingga mendapatkan 120 kursi atau kehilangan 205 kursi dibanding Pemilu 1997. PKB dengan 13.336.982 suara atau 12,61 persen, mendapatkan 51 kursi. PPP dengan 11.329.905 suara atau 10,71 persen, mendapatkan 58 kursi atau kehilangan 31 kursi dibanding Pemilu 1997. PAN meraih 7.528.956 suara atau 7,12 persen, mendapatkan 34 kursi. Di luar lima besar, partai lama yang masih ikut, yakni PDI merosot tajam dan hanya meraih 2 kursi dari pembagian kursi sisa, atau kehilangan 9 kursi dibanding Pemilu 1997.
Pemilu 2004
Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui Presiden).Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) -- pada pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.
Pentahapan
Pemilu 2004
Pemilu ini dibagi menjadi maksimal tiga tahap (minimal dua tahap):
1. Tahap pertama (atau pemilu legislatif") adalah pemilu untuk memilih partai politik (untuk persyaratan pemilu presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Tahap pertama ini dilaksanakan pada 5 April 2004.
2. Tahap kedua (atau pemilu presiden putaran pertama) adalah untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden secara langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan pada 5 Juli 2004.
3. Tahap ketiga (atau pemilu presiden putaran kedua) adalah babak terakhir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara paling tidak 50 persen (Bila keadaannya demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan diikutsertakan pada Pemilu presiden putaran kedua.
Pemilu ini dibagi menjadi maksimal tiga tahap (minimal dua tahap):
1. Tahap pertama (atau pemilu legislatif") adalah pemilu untuk memilih partai politik (untuk persyaratan pemilu presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Tahap pertama ini dilaksanakan pada 5 April 2004.
2. Tahap kedua (atau pemilu presiden putaran pertama) adalah untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden secara langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan pada 5 Juli 2004.
3. Tahap ketiga (atau pemilu presiden putaran kedua) adalah babak terakhir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara paling tidak 50 persen (Bila keadaannya demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan diikutsertakan pada Pemilu presiden putaran kedua.
Akan
tetapi, bila pada Pemilu presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang
mendapatkan suara lebih dari 50 persen, pasangan calon tersebut akan langsung
diangkat menjadi presiden dan wakil presiden). Tahap ketiga ini dilaksanakan
pada 20 September 2004.
Pemilu Legislatif 2004
Pemilu legislatif adalah tahap pertama dari rangkaian tahapan Pemilu 2004.Pemilu legislatif ini diikuti 24 partai politik, dan telah dilaksanakan pada 5 April 2004.Pemilu ini bertujuan untuk memilih partai politik (sebagai persyaratan pemilu presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Partai-partai politik yang memperoleh suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calonnya untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu pada Pemilu presiden putaran pertama.
Pemilu Legislatif 2004
Pemilu legislatif adalah tahap pertama dari rangkaian tahapan Pemilu 2004.Pemilu legislatif ini diikuti 24 partai politik, dan telah dilaksanakan pada 5 April 2004.Pemilu ini bertujuan untuk memilih partai politik (sebagai persyaratan pemilu presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Partai-partai politik yang memperoleh suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calonnya untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu pada Pemilu presiden putaran pertama.
Pemilu 2009
Tahun 2009 merupakan tahun Pemilihan Umum (pemilu) untuk Indonesia.Pada
tanggal 9 April, lebih dari 100 juta pemilih telah memberikan suara mereka
dalam pemilihan legislatif untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pada tanggal 8 Juli, masyarakat Indonesia sekali lagi akan memberikan suara
mereka untuk memilih presiden dan wakil presiden dalam pemilihan langsung kedua
sejak Indonesia bergerak menuju demokrasi di tahun 1998. Jika tidak ada calon
yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka pemilihan babak kedua akan
diadakan pada tanggal 8 September.
Hasil pemilihan anggota DPR pada tanggal 9 April tidak banyak memberikan
kejutan.Mayoritas masyarakat Indonesia sekali lagi menunjukkan bahwa mereka
lebih memilih partai nasional dibandingkan partai keagamaan. Tiga partai yang
mendapatkan jumlah suara terbanyak bukan merupakan partai keagamaan dan mereka
adalah Partai Demokrat (PD) dengan 20,8 persen perolehan suara, Golkar dengan
14,45 persen perolehan suara, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
dengan 14,03 persen perolehan suara.
Empat partai Islam – Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat
Nasional, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Nasional
(PKB) masing-masing hanya memperoleh 7,88 persen; 6,01 persen; 5,32 persen; dan
4,94 persen suara. Dua partai lainnya (Gerindra dan Hanura), yang juga bukan
merupakan partai agama, memperoleh 4,46 persen dan 3,77 persen suara.
Pemilu tanggal 9 April juga mengurangi jumlah partai yang duduk di DPR.Hanya
sembilan partai yang disebutkan di atas yang mendapatkan kursi di DPR.
Sementara 29 partai lainnya gagal mencapai ketentuan minimum perolehan suara
pemilu sebesar 2,5 persen dan tidak mendapatkan kursi di DPR. Hal ini
diharapkan mengurangi jumlah partai politik yang akan bersaing untuk pemilu
tahun 2014.
Namun dalam hal
kualitas pengelolaan pemilu, pemilu April jauh lebih buruk dibandingkan dengan
pemilu tahun 1999 dan 2004. Sebagai contoh, jutaan pemberi suara tidak dapat
menggunakan hak pilih mereka karena nama mereka tidak terdaftar. Masalah juga
ditemukan dalam proses penghitungan suara. Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak
bisa sepenuhnya disalahkan dalam hal ini.DPR juga harus bertanggung jawab dalam
memilih anggota KPU yang tidak memiliki kompetensi. Penting untuk dicatat bahwa
pengelolaan pemilu 2009 yang tidak baik juga disebabkan semakin berkurangnya
keterlibatan donor asing dalam membantu proses pelaksanaan.
4.5 Penyelenggaraan Pemilu
Secara institusional, KPU yang ada
sekarang merupakan KPU ketiga yang dibentuk setelah Pemilu demokratis sejak
reformasi 1998. KPU pertama (1999-2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun
1999 yang berisikan 53 orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah dan
Partai Politik dan dilantik oleh Presiden BJ Habibie. KPU kedua (2001-2007)
dibentuk dengan Keppres No 10 Tahun 2001 yang berisikan 11 orang anggota yang
berasal dari unsur akademis dan LSM dan dilantik oleh Presiden Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) pada tanggal 11 April 2001. KPU ketiga (2007-2012) dibentuk berdasarkan
Keppres No 101/P/2007 yang berisikan 7 orang anggota yang berasal dari anggota
KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat dilantik tanggal 23 Oktober 2007
minus Syamsulbahri yang urung dilantik Presiden karena masalah hukum.
Untuk menghadapi pelaksanaan Pemilihan Umum 2009, image KPU
harus diubah sehingga KPU dapat berfungsi secara efektif dan mampu
memfasilitasi pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil.Terlaksananya Pemilu yang
jujur dan adil tersebut merupakan faktor penting bagi terpilihnya wakil rakyat
yang lebih berkualitas, dan mampu menyuarakan aspirasi rakyat.Sebagai anggota
KPU, integritas moral sebagai pelaksana pemilu sangat penting, selain menjadi
motor penggerak KPU juga membuat KPU lebih kredibel di mata masyarakat karena
didukung oleh personal yang jujur dan adil.
Tepat 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya penyelenggaraan
Pemilu 2004, muncul pemikiran di kalangan pemerintah dan DPR untuk meningkatkan
kualitas pemilihan umum, salah satunya kualitas penyelenggara Pemilu.Sebagai
penyelenggara pemilu, KPU dituntut independen dan non-partisan.
Untuk itu atas usul insiatif DPR-RI menyusun dan bersama
pemerintah mensyahkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara
Pemilu. Sebelumnya keberadaan penyelenggara Pemilu terdapat dalam Pasal 22-E
Undang-undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang
Pemilu DPR, DPD dan DPRD, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai
penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum
(KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan
bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum
mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.Sifat tetap
menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan
meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU
dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak mana pun.
Perubahan
penting dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu,
meliputi pengaturan mengenai lembaga penyelenggara Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; serta Pemilihan Umum Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah yang sebelumnya diatur dalam beberapa peraturan
perundang-undangan kemudian disempurnakan dalam 1 (satu) undang-undang secara
lebih komprehensif.
Dalam
undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara
pemilihan umum yang permanen dan Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu.
KPU
dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab sesuai dengan peraturan
perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan pemilihan
umum dan tugas lainnya.KPU memberikan laporan Presiden kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu juga mengatur kedudukan
panitia pemilihan yang meliputi PPK, PPS, KPPS dan PPLN serta KPPSLN yang
merupakan penyelenggara Pemilihan Umum yang bersifat ad hoc. Panitia tersebut
mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Umum dalam rangka mengawal terwujudnya Pemilihan Umum secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Dalam
rangka mewujudkan KPU dan Bawaslu yang memiliki integritas dan kredibilitas
sebagai Penyelenggara Pemilu, disusun dan ditetapkan Kode Etik Penyelenggara
Pemilu.Agar Kode Etik Penyelenggara Pemilu dapat diterapkan dalam
penyelenggaraan Pemilihan Umum, dibentuk Dewan Kehormatan KPU, KPU Provinsi,
dan Bawaslu.
Di
dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD,
jumlah anggota KPU adalah 11 orang. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, jumlah anggota KPU berkurang
menjadi 7 orang. Pengurangan jumlah anggota KPU dari 11 orang menjadi 7 orang
tidak mengubah secara mendasar pembagian tugas, fungsi, wewenang dan kewajiban
KPU dalam merencanakan dan melaksanakan tahap-tahap, jadwal dan mekanisme
Pemilu DPR, DPD, DPRD, Pemilu Presiden/Wakil Presiden dan Pemilu Kepala Daerah
Dan Wakil Kepala Daerah.
Menurut
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, komposisi
keanggotaan KPU harus memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya
30% (tiga puluh persen). Masa keanggotaan KPU 5 (lima) tahun terhitung sejak
pengucapan sumpah/janji.
Penyelenggara
Pemilu berpedoman kepada asas : mandiri; jujur; adil; kepastian hukum;
tertib penyelenggara Pemilu; kepentingan umum; keterbukaan; proporsionalitas;
profesionalitas; akuntabilitas; efisiensi dan efektivitas.
Cara
pemilihan calon anggota KPU-menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilu-adalah Presiden membentuk Panitia Tim Seleksi calon
anggota KPU tanggal 25 Mei 2007 yang terdiri dari lima orang yang membantu
Presiden menetapkan calon anggota KPU yang kemudian diajukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk mengikuti fit and proper test. Sesuai dengan bunyi
Pasal 13 ayat (3) Undang-undang N0 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu,
Tim Seleksi Calon Anggota KPU pada tanggal 9 Juli 2007 telah menerima 545 orang
pendaftar yang berminat menjadi calon anggota KPU. Dari 545 orang pendaftar,
270 orang lolos seleksi administratif untuk mengikuti tes tertulis.Dari 270
orang calon yang lolos tes administratif, 45 orang bakal calon anggota KPU
lolos tes tertulis dan rekam jejak yang diumumkan tanggal 31 Juli 2007.
4.6 Pemilu Legislatif
Legislatif
adalah badan deliberatif pemerintah dengan kuasa membuat hukum. Legislatif
dikenal dengan beberapa nama, yaitu parlemen, kongres, dan asembli nasional.
Dalam sistem Parlemen, legislatif adalah badan tertinggi dan menujuk eksekutif.
Dalam sistem Presidentil, legislatif adalah cabang pemerintahan yang sama, dan
bebas, dari eksekutif. Sebagai tambahan atas menetapkan hukum, legislatif
biasanya juga memiliki kuasa untuk menaikkan pajak dan menerapkan budget dan
pengeluaran uang lainnya.Legislatif juga kadangkala menulis perjanjian dan
memutuskan perang.
Pemilihan Umum
Anggota DPR dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka yang perhitungannya
didasarkan pada sejumlah daerah pemilihan, dengan peserta pemilu adalah partai
politik.Pemilihan umum ini adalah yang pertama kalinya dilakukan dengan
penetapan calon terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak, bukan
berdasarkan nomor urut (pemilih memilih calon anggota DPR, bukan partai
politik).
Pemilihan
Umum (Pemilu) mau tidak mau akan bersentuhan dengan komunikasi
politik. Sementara politik itu ya politik.Politik bukan berarti teori, tetapi
praktik. Karena itu sesempurna dan seluhur apa pun teori politik, dilapangan
akan berkata lain dalam pelaksanaannya. Kita lihat saja dengan mata telanjang
bahwa praktik politik acap kali berbeda jauh dan bertentangan dengan
teori politik.
Di lapangan banyak kita temui, bahkan politik mengajarkan dan membentuk sikap perilaku
berorentasi pada kekuasaan. Hal ini dapat dimengerti karena prakmatisme
politik pada umumnya berada pada koridor kekuasaan, baik untuk mempertahankan
kekuasaan maupun untuk merebut
kekuasaan.
Berbagai
temuan tentang komunikasi politik sebagaimana diuaraikan oleh Dan Nimmo, George
N Gordon, James Carey, Marshal McLuhan, Jalaluddin Rahmat, dan pakar komunikasi
politik lain dalam berbagai karya ilmiah mereka, terlalu lancang atau
tergesa-gesa untuk meyakini bahwa komunikasi politik adalah bentuk praktis dari
komunikasi strategis dan persuasive guna mempengaruhi pemilih
(konstituen), terutama dalam konteks
pemilu.
Komunikasi
politik pernah diungkapkan oleh Johnstone dan kawan-kawan dalam The Newspeople,
Johnstone mengatakan bahwa strategoi komunikasi yang digunakan untuk
mencegah informasi atau mencegah dirinya (sumber informasi) diketahui oleh
orang lain, adalah kekhasan komunikasi politik interpersonal, yang
terbiasa dimanfaatkan komunikasi politik.
Di
tingkat kepercayaan public (sasaran), komunikasi politik kognitif (bermuatan
informasi yang berada dalam ranah pengetahuan merata), tidak akan mempu
menciptkan kepercayaan masyarakat terhadap kandidat calon wakil rakyat.
Komunikasi kognitif hanya berkemampuan membebentuk kesadaran public, terutama
tentang kondisi yang diciptakan sejumlah
kandidat.
Kondisi
tersebut menggiring keranah demokrasi. Sampai saat ini yang namanya
demokrasi masih diakui sebagai satu-satunya system politik yang masih banyak
diminati oleh hampir semua lapisan masyarakat di dunia.Demokrasi secara faktual
telah menunjukkan kemampuannya mendorong tumbuhnya masyarakat yang adil,
egaliter dan manusiawi, kerana telah melewati uji verifikasi sejarah yang cukup
kompleks dan panjang serta melelahkan. Merujuk pada pengertian bahwa demokrasi
sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat (government of the people, by the people, for the people),
mengindikasikan bahwa segala system yang diberlakukan mengarah pada pembentukan
kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi dalam keputusan bersama
rakyat, rakyat berkuasa, dan pemerintahan juga berbasis
kerakyatan.
Seharusnya
demokrasi yang memiliki tiga karakter seperti tersebut diatas perlu
dipahami secara proporsional, sehingga tidak menimbulkan sikap
berlebihan, segala-galanya rakyat mutlak berkuasa. Pertama, pemerintahan
dari rakyat mengandung pengertian bahwa dimata rakyat terdapat pemerintahan
yang sah dan diakui (legitimate government) dan pemerintahan yang tidak
sah dan tidak diakui (unlegitimate government).Pemerintahan yang sah dan
diakui berarti pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan yang diberikan
rakyat. Hal ini dapat terwujud manakala pemerintah berkuasa termasuk
wakil rakyat (DPRD, PDR) diperoleh melalui pemelihan langsung dari rakyat,
bukan
pemberian.
Kedua, pemerintahan oleh
rakyat memiliki makna bahwa dalam menjalakan kekuasaan, pemerintah atas nama
rakyat bukan atas dorongan keinginan sendiri. Selain itu pemerintahan berada
dalam pengawasan rakyat (social control), baik dilakukan secara langsung
oleh rakyat maupun tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR).
Ketiga, pemerintahan untuk
rakyat mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan rakyat kepada
pemerintah, dijalankan semata untuk kepentingan rakyat.Rakyat harus didahulukan
dan diutamakan diatas segalanya.Itu sebabnya mendengar dan mengakomodasi
aspirasi rakyat ketika merumuskan dan menjalankan kebijakan maupun
program-program oleh pemerintah merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat
ditawar lagi dan ruang yang menjamin kebebasan harus dibuka lebar-lebar kepada
rakyat untuk menyampaikan aspirasi melalui media yang dibenarkan menurut hukum
yang berlaku.
Arus
balik komunikasi politik setelah Pemilu Legeslatif (Pilek) 2009,
mengakses politik tidak bersama (ketidakbersamaan pandangan, atau ketidak
bersamaan kepentingan antara sejumlah partai politik peserta Pilek). Pemilu
Legeslatif yang baru usai merupakan perwujudan hak demokrasi warga negara yang
diimplementasikan lewat mekanisme partai politik. Oleh karena itu jalinan dan
jaringan komunikasi politik Pilek atau komunikasi politik Pilpres 2009
menurut Novel Ali (Suara Merdeka, 6 Mei 2009) idealnya dilandasi 5 (lima)
prinsip utama komunikasi politik: Pertama,fairness dalam arti kejujuran,
keadilan, keselarasan kedudukan, dan tanpa diskriminasi. Kedua,transparancy (keterbukaan)
semua kandidat dalam menyampaikan visi dan misi, serta dalam menjajikan program
kerjanya, bila kelak terpilih sebagai Wakil Rakyat atau Presiden/Wakil Presiden
RI 2009-2014.Ketiga,accountability dalam bentuk pertanggungjawaban
kepada publik atas setiap bentuk pelayanan kepada masyarakat.
Keempat,independensi dalam arti setiap
kemasan symbol komuniakasi politik sang kandidat seharusnya terbebas dari
segala ketergantungannya kepentingan pihak mana pun, seperti kepentingan
kekuasaan, politik, ekonomi, dan lain-lain, yang pada hari kemudian dapat
mengakibatkan politik balas budi sang wakil rakyat terpilih.
Dan
kelima, impartiality, dalam arti kandidat benar-benar memberi
jaminan ketidak berpihakan mereka kepada apa, siapa dan pihak mana pun kecuali
atau selain keberpihakan kepada nilai-nilai kebenaran, kejujuran, keadialan dan
kepentingan nasional melebihi kepentingan kelompok pendukung.
Pada
akhirnya pelaksanaan Pileg 2009 kemarin tergantung pada kesiapan semua
pihak yang terkait, termasuk keinginan untuk membuat berlangsungnya Pileg
memenuhi standart demokratis, walaupun disana-sini banyak ditemui banyak
kekurangan dan kecurangan terutama DPT. Kesadaran kuat yang diikuti
tindakan kongkrit dari semua pihak untuk menjadikan Pileg berlangsung
demokratis adalah menjadi faktor penentu untuk memperoleh sukses. pendidikan
politik warga masyarakat melalui forum seperti ini yang memiliki dampak positif
bagi peningkatan pengetahuan warga tentang dunia politik, sehingga terbebas
dari pemaksaan kehendak.
4.7 Pemilu Umum
Setelah berakhirnya secara formal kekuasaan Orde Baru,
Indonesia memasuki periode peralihan dari situasi otoriter ke transisi
demokrasi.Pengalaman banyak negara menunjukkan bahwa periode transisi demokrasi
umumnya memakan waktu lama, sampai satu atau dua dekade tergantung dari
intensitas transisi yang berakibat pada perubahan mendasar dalam sistem politik
dan juga sistem ekonomi.Tak terkecuali bagi Indonesia.
Perubahan itu diawali dengan penyelenggaraan pemilu
sebagai mekanisme demokratis untuk melakukan sirkulasi elit.Pejabat lama yang
tidak dipercaya perlu diganti dengan pejabat baru yang dapat lebih dipercaya
dan accountable melalui pemilu yang demokratis.Pemilu yang dilaksanakan pada
masa transisi adalah pemilu yang strategis karena merupakan sarana untuk membersihkan
elemen otoriterisme dalam kekuasaan secara evolutif. Pemilu masa transisi juga
menjadi sarana bagi pemikiran – pemikiran, gagasan – gagasan atau kader – kader
baru yang segar dan tidak koruptif ke dalam lingkar kekuasaan. Jika
pemilu masa transisi berhasil melembagakan proses sirkulasi elit secara
demokratis, maka situasi transisi akan berubah menuju konsolidasi demokrasi.
Sementara jika tidak berhasil, maka ada peluang besar bagi elemen otoriterisme
untuk menkonsolidasi diri dan menunggu kesempatan untuk berkiprah kembali
dalam pentas politik.
Oleh karena itu, mengingat arti penting pemilu pada
masa transisi, terutama pemilu 2004 yang lalu, maka semua penggerak demokrasi
serta warga yang peduli akan tercapainya konsolidasi demokrasi di Indonesia, perlu
meneguhkan komitmen untuk menjaga Pemilu 2004 agar dapat menjadi batu loncatan
ke arah pemilu selanjutnya yang diharapkan lebih demokratis. Walaupun diakui
pula bahwa perangkat UU Pemilu, Partai Politik dan aturan pemilu lainnya yang
dihasilkan DPR masih belum sempurna dan mengandung sejumlah permasalahan.
Sebaliknya, tanpa keberhasilan mengawal Pemilu 2004, maka sulit mengharapkan
pemilu selanjutnya dapat memberikan hasil yang lebih baik bagi terjadinya
sirkulasi elit dan pelembagaan demokrasi.
Berikut ini nomor urut dan nama parpol pemilu
2009
1.Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA)
2. Partai Kebangkitan Peduli Bangsa (PKPB)
3. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (P-PPI)
4. Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
5. Partai gerakan Indonesia Raya (GERINDRA)
6. Partai Barisan Nasional
7. Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI)
8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
9. Partai Amanat Nasional (PAN)
10. Partai Perjuangan Indonesia Baru (PPIB)
11. Partai Kedaulatan
12. Partai Persatuan Daerah (PPD)
13. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
14. Partai Pemuda Indonesia
15. Partai Nasionalisme Indonesia-Marhaenisme (PNI-Marhaenisme)
16. Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)
17. Partai Karya Perjuangan (PKP)
18. Partai Matahari Bangsa (PMB)
19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia
20. Partai Demokrasi Kebangsaan
21. Partai Republika Nusantara (RepublikaN)
22. Partai Pelopor
23. Partai Golongan Karya (Golkar)
24. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
25. Partai Damai Sejahtera (PDS)
26. Partai Nasional Benteng Kemerdekaan Indonesia (PNBKI)
27. Partai Bulan Bintang (PBB)
28. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
29. Partai Bintang Reformasi (PBR)
30. Partai Patriot
31. Partai Demokrat (PD)
32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI)
33. Partai Indonesia Sejahtera (PIS)
34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKN)
2. Partai Kebangkitan Peduli Bangsa (PKPB)
3. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (P-PPI)
4. Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
5. Partai gerakan Indonesia Raya (GERINDRA)
6. Partai Barisan Nasional
7. Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI)
8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
9. Partai Amanat Nasional (PAN)
10. Partai Perjuangan Indonesia Baru (PPIB)
11. Partai Kedaulatan
12. Partai Persatuan Daerah (PPD)
13. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
14. Partai Pemuda Indonesia
15. Partai Nasionalisme Indonesia-Marhaenisme (PNI-Marhaenisme)
16. Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)
17. Partai Karya Perjuangan (PKP)
18. Partai Matahari Bangsa (PMB)
19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia
20. Partai Demokrasi Kebangsaan
21. Partai Republika Nusantara (RepublikaN)
22. Partai Pelopor
23. Partai Golongan Karya (Golkar)
24. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
25. Partai Damai Sejahtera (PDS)
26. Partai Nasional Benteng Kemerdekaan Indonesia (PNBKI)
27. Partai Bulan Bintang (PBB)
28. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
29. Partai Bintang Reformasi (PBR)
30. Partai Patriot
31. Partai Demokrat (PD)
32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI)
33. Partai Indonesia Sejahtera (PIS)
34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKN)
EmoticonEmoticon